Sabtu, 22 Februari 2020

LITERASI 4


LITERASI IV
TEKS LAPORAN PENGEMBANGAN LITERASI
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
             CALLVIN
TAHUN AJARAN 2019/2020
SMP N 2 PRAMBANAN
1. Identifikasi Data Buku
Judul                 : Mengenal dan membuat motif batik Indonesia
Penulis             : Trijoto-Suprihatin-Mujiasih
Penerbit           : Gama Media
Th. Terbit        : 2010
Kota terbit      : Yogyakarta
Jumlah hal.      : 65 halaman
Ukuran Buku  : 15,5 x 23 cm
ISBN                  : 978-979-1104-48-7

2. Identifikasi Sampul
A. Cover Depan
Pada cover depan terdapat beberapa elemen yang ada yakni,
·       Judul buku,terdapat di bagian tengah atas dengan bermotif batik Yogyakarta dengan keterangan lebih lengkap terdapat di bawah judul buku.
·       Penerbit, terdapat di bagian kanan atas dengan symbol penerbit terdapat diatas nama penerbit.
·       Pengarang, terdapat di bagian kanan bawah dengan tiga sekaligus nama penulis ditulis dengan hastag di sela nama pengarang.
·       Ilustrasi, yang menggambarkan topik di buku tersebut yakni motif batik yang ukurannya hampir memenuhi semua bagian cover depan buku.

B. Cover Belakang
Pada cover belakang terdapat beberapa elemen yang ada yakni,
·       Gambaran umum tentang topik buku, secara garis besar serta pengertian dan asal-usul batik. Terdapat di bagian tengah buku. Gambaran umum ini mencakupi hampir semua bagian cover belakang buku.
·       Penerbit dan informasi-informasi tentang penerbit, terdapat di bagian kiri bawah buku dengan disamping terdapat symbol penerbit.
·       Barcode, terdapat di bagian kanan bawah dengan atas bawah terdapat nomor ISBN buku.
·       Ilustrasi, ilustrasi tentang buku berkaitan erat dengan ilustrasi cover depan, hanya saja di cover depan terdapat tokoh terkenal yang sedang membuat batik, tetapi di cover belakang terdapat seorang anak yang sedang membuat batik. Ukuran ilustrasi ini mencakupi semua bagian cover belakang.
3. Resensi Buku
A. Sejarah dan Definisi Umum batik
Sejarah batik di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan sesudahnya. Kesenian batik secara umum meluas di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. G.P. Rouffaer, seorang peneliti dari Belanda melaporkan bahwa batik dengan pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 diKediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan bagi umat Buddha dari Jawa Timur pada abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal. Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan sebagai batik. Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.

Batik  adalah karya seni yang terbuat dengan menorehkan malam pada kain. Kata batik berasal dari kata “amba” yang berarti lebar, luas, kain dan “titik” yang berarti titik yang kemudian berkembang menjadi istilah batik. Batik sangat identik dengan suatu teknik (proses) dari mulai penggambaran motif, pewarnaan, hingga pelorodan. Dalam membuat batik diperlukan alat yang disebut canting. Canting terbuat dari tembaga dan bambu yang digunakan untuk mengambil malam yang akan digunakan untuk menggambar di kain. Selain canting tradisional, sudah ada canting elektrik. Batik digunakan banyak kalangan. Di lingkungan pegawai pemerintah maupun perkantoran. Dengan populernya batik, batik sat ini tidak hanya dipakai sebgai baju atau pakaian saja. Batik dapat dimodifikasi untuk keperluan rumah tangga seperti taplak meja, sprei, sarung bantal, kerudung, souvenir, lukisan, dan lain-lain. Batik memang istimewa. Bentuk kain bercorak itu bukan sekedar kain tanpa makna. Dalam setiap motif terdapat makna filosofis yang memiliki nilai sejarah. Corak dan motif batik tidak dapat dilepaskan dari berbagai unsur-unsur yang melekat dari wilayah asal pembuatannya.Di Indonesia, batik memiliki perkembangan dan kisah yang menarik dalam setiap motifnya. Keberadaan Kerajaan Majapahit yang mengalami masa kejayaan beberapa abad telah membuat tradisi dan kebudayaannya di wilayah Nusantara, termasuk seni batik. Kesenian batik diyakini telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit secara turun-temurun. Berikut ini beberapa kota di Indonesia yang memiliki riwayat dan sejarah batik dan memiliki konstribusi besar terhadap perkembangan batik di Indonesia, yaitu : Mojokerto dan Tulungagung, Ponorogo, Yogya dan Solo, Kebumen, Banyumas, Pekalongan, Tegal, Purworejo, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon, Garut , Jakarta, Riau, Jambi, Lampung, Pontianak, Toraja, Makassar, Bali, Flores, Ambon, dan Papua. Batik di Indonesia memiliki keragaman jenis, pola motif, dan corak sesuai dengan unsur-unsur daerah yang membentuknya, batik merupakan identitas dan karakter budaya. Batik memiliki dua komponen utama yaitu warna dan garis. Warna spektrum yang terdapat di dalam suatu cahaya. Identitas suatu warna ditentukan dari panjang gelombang cahaya tersebut. Dalam seni rupa, warna bisa berarti pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda. Setiap warna mampu memberikan kesan dan identitas tertentu sesuai kondisi sosial pengamatnya. Secara ilmiah, warna hitam dan warna putih bukanlah warna, meskipun bisa dihadirkan dalam bentuk pigmen. Warna-warna  yang ada di alam sangat beragam yaitu warna netral, warna kontras, warna panas, warna dingin.Setelah berbicara dengan warna, sekarang berbicara tentang kain. Ada beberapa macam–macam kain yang digunakan untuk membatik. Jenis batik di Indonesia sangatlah bermacam-macam seperti batik Pecinan atau Cina, Batik Belanda, batik Jawa Hokokai, batik Rifa’iyah, batik Keraton, batik Sudagaran, batik Jawa Baru, batik Jamplrang, batik Terang Bulan,Batik Cap Kombinasi Tulis, batik Tig Negeri Pekalongan, batik Sogan Pekalongan, batik Tribusana, batik Pangan atau Batik Petani, batik Coletan, batik Kemodelan, batik Osdekan, batik Modern, batik Kontemporer, batik Cap, batik Tulis, dan batik Lukis. Batik merupakan hasil seni budaya yang memiliki keindahan visual dan mengandung makna filosofis pada setiap motifnya. Proses pembuatan batik mengalami banyak perubahan, walaupun motif dan corak batik beraneka ragam. Perlengkapan membatik adalah gawangan, bandul, wajan, kompor, taplak, saringan malam, canting, kain mori, malam (lilin), dingklik (tempat duduk), pewarna alami. Itulah jenis perlengkapan membatik. Dalam membuat karya batik  diperlukan proses sebagai berikut yaitu ngemplong, nyorek atau memola, mbathik, nembok, medel, ngerok dan mbirah, mbironi, menyoga, dan nglorod.
























B. Alat dan bahan yang diperlukan untuk membuat batik
1. Peralatan membatik
a. Canting
Canting merupakan alat utama yang dipergunakan untuk membatik. Penggunaan canting adalah untuk menorehkan (melukiskan) cairan malam agar terbentuk motif batik. Canting memiliki beberapa bagian yaitu:
·         Gagang
Gagang merupakan bagian canting yang berfungsi sebagai pegangan pembatik pada saat menggunakan canting untuk mengambil cairan malam dari wajan, dan menorehkan (melukiskan) cairan malam pada kain. Gagang biasanya terbuat dari kayu ringan.
·         Nyamplung (tangki kecil)
Nyamplung merupakan bgian canting yang berfungsi sebagai wadah cairan malam pada saat proses membatik. Nyamplung terbuat dari tembaga.
·         Cucuk atau carat
Cucuk merupakan bagian ujung canting dan memiliki lubang sebagai saluran cairan malam dari nyamplung. Ukuran dan jumlah cucuk can beragam tergantung jenisnya. Cucuk tersebut terbuat dari tembaga. Kondisi cucuk harus senantiasa berlubang, kalau tersumbat oleh cairan malam yang sudah mengeras, cucuk dapat dilubangi lagi dengan cara mencelupkan di cairan panas malam, sumbatan keras tersebut akan turut mencair kembali. Sedangkan bila sumbatan belum mengeras maka pelubangannya dapat dipakai dengan bulu sapu lantai.

b. Kuas
Pada umumnya kuas dipergunakan untuk melukis, dalam proses membatik kuas juga dapat dipergunakan untuk Nonyoki yaitu mengisi bidang motif luas dengan malam secara penuh. Kuas dapat juga untuk menggores secara ekspresif dalam mewarnai kain. Anda dapat mempergunakan kuas cat minyak, kuas cat air, atau bahkan kuas cat tembok untuk bidang sangat luas.

c. Kompor Minyak Tanah
Kompor minyak tanah dipergunakan untuk memanasi malam agar cair. Pilihlah kompor yang ukurannya kecil saja, tidak perlu yang besar. Pembatik tradisional biasanya menggunakan anglo atau keren. Anglo merupakan arang katu sebagai bahan bakar. Kelemahan anglo/keren adalah asap yang ditimbulkannya berbeda dengan kompor yang tidak seberapa menimbulkan asap. Pilihlah kompor yang ukuran kecil saja, dengan diameter sekitar 13 cm, sesuai dengan besaran wajan yang digunakan. Pemanasan malam tidak membutuhkan api yang cukup besar seperti kalau kita memasak di dapur.




d. Wajan
Wadah untuk mencairkan malam menggunakan wajan, terbuat dari bahan logam. Pilihlah wajan yang memiliki tangkai lengkap kanan dan kiri agar memudahkan kita mengangkatnya dari dan ke atas kompor. Wajan yang dipakai tidak perlu berukuran besar, wajan dengan diameter kurang lebih 15 cm sudah cukup memadai untuk tempat pencairan malam.

e. Gawangan
Pada waktu membatik kain panjang, tidak mungkin tangan kiri pembatik memegangi kain tersebut. Untuk itu membutuhkan media untuk membentangkan kain tersebut, yang disebut gawangan. Disebut demikian karena bentuknya seperti gawang sepakbola, terbuat dari kayu, agar ringan dan mudah diangkat dan dipindahkan. Peralatan tersebut di atas sudah cukup memadai untuk kegiatan membatik Anda. Memang di masa lalu ada beberapa peralatan pendukung lainnya seperti saringan, kursi kecil (dingklik) dan lipas/tepas. Tepas diperlukan untuk membantuk menyalakan api arang kayu di anglo/keren. Sekarang ini dengan adanya kompor, maka tepas tidak diperlukan dalam kegiatan membatik.

f. Nampan
Nampan plastik diperlukan untuk tempat cairan campuran pewarna dan mencelup kain dalam proses pewarnaan. Pilihlah ukuran nampan yang sesuai dengan ukuran kain yang dibatik agar kain benar-benar tercelup semuanya.

g. Panci
Panci aluminium diperlukan untuk memanaskan air di atas kompor atau tungku dan untuk melorot kain setelah diwarnai agar malam bisa bersih. Pilihlah ukuran panci sesuai dengan ukuran kain yang dibatik.

h. Sarung tangan
Sarung tangan diperlukan sebagai pelindung tangan pada saat mencampur bahan pewarna dan mencelupkan kain ke dalam cairan pewarna. Selama penyiapan warna dan pewarnaan kain, pergunakanlah selalu sarung tangan karena bahan pewarna batik terbuat dari bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan kulit dan pernafasan, kecuali pewarna alami (natural).

i. Sendok & Mangkuk
Sendok makan dibutuhkan untuk menakar zat pewarna dan mangkuk plastik untuk mencampur zat pewarna tersebut sebelum dimasukkan ke dalam air. Selain itu juga diperlukan gelas untuk menakar air.
j. Bandul
Bandul dibuat dari timah, kayu, atau batu yang dimasukkan ke dalam kantong. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan agar mori yang baru dibatik tidak mudah tergeser saat tertiup angin atau tertarik oleh si pembatik secara tidak sengaja.

k. Taplak
Taplak adalah kain untuk menutup paha si pembatik agar tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.

l. Saringan Malam
Saringan adalah alat untuk menyaring malam panas yang memiliki banyak kotoran. Jika malam tidak disaring, kotoran dapat mengganggu aliran malam pada ujung canting. Sedangkan bila malam disaring, kotoran dapat dibuang sehingga tidak mengganggu jalannya malam pada ujung canting sewaktu digunakan untuk membatik.

m. 8) Mori
Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan disesuaikan dengan panjang pendeknya kain yang diinginkan.

Tidak ada ukuran pasti dari panjang kain mori karena biasanya kain tersebut diukur secara tradisional. Ukuran tradisional tersebut dinamakan kacu. Kacu adalah sapu tangan, biasanya berbentuk bujur sangkar.

Jadi, yang disebut sekacu adalah ukuran persegi mori, diambil dari ukuran lebar mori tersebut. Oleh karena itu, panjang sekacu dari suatu jenis mori akan berbeda dengan panjang sekacu dari mori jenis lain.

Namun di masa kini, ukuran tersebut jarang digunakan. Orang lebih mudah menggunakan ukuran meter persegi untuk menentukan panjang dan lebar kain mori. Ukuran ini sudah berlaku secara nasional dan akhirnya memudahkan konsumen saat membeli kain batik. Cara ini dapat mengurangi kesalahpahaman dan digunakan untuk menyamakan persepsi di dalam sistem perdagangan.

n. Pewarna Alami
Pewarna alami adalah pewarna yang digunakan untuk membatik. Pada beberapa tempat pembatikan, pewarna alami ini masih dipertahankan, terutama kalau mereka ingin mendapatkan warna-warna yang khas, yang tidak dapat diperoleh dari warna-warna buatan. Segala sesuatu yang alami memang istimewa, dan teknologi yang canggih pun tidak bisa menyamai sesuatu yang alami.


2. Bahan Batik

a. Kain
Salah satu bahan yang paling pokok dalam membatik adalah kain, sebagai media tempat motif akan dilukiskan. Untuk membatik biasanya kain yang biasa digunakan adalah jenis kain katun seperti kain Voilissma, Primis, Primissima, mori biru, Philip, berkolyn, santung, blacu, dan ada juga yang mempergunakan kain sutera alam. Media kain yang harus diperhatikan adalah usahakan agar kain tersebut tidak mengandung kanji atau kotoran lainnya, karena hal ini akan mengganggu proses penyerapan malam ataupun warna.
Pengolahan kain ini lebih banyak dikenal dengan istilah “ngloyor”. Bahan untuk pengolahan kain biasanya minyak jarak atau larutan asam. Pengolahan kain menggunakan minyak jarak, langkah yang harus dikerjakan yaitu merendam kain dalam panci dan direbus dengan memasukkan minyak jarak ke dalam rebusan kain tersebut. Apabila sudah mendidih, diambil dan direndam dalam air dingin sambil diremas-remas. Air dingin untuk merendam kain ini bisa ditambahkan sabun atau deterjen.
Pengolahan kain dengan larutan asam biasanya dilakukan satu hari, tetapi perlu diperhatikan bahwa larutan asam yang terlalu banyak akan merusak kain. Pengolahan kain dengan minyak jarak dan larutan asam tidak cocok digunakan untuk kain sutera, karena kain sutera yang berbahan sangat lembut memerlukan perlakuan khusus. Biasanya pengolahan kain sutera dengan sabun yang khusus untuk serat halus dan tidak diperas berlebihan atau apabila sulit untuk mencari sabun khusus untuk kain sutera bisa menggunakan shampo untuk rambut, tetapi gunakan sedikit saja dan cucilah dengan perlahan.

b. Malam/Lilin

Malam merupakan bahan bahan utama yang menjadi ciri khas dalam proses membatik. Dalam proses membatik, malam mempunyai fungsi untuk merintangi warna masuk ke dalam serat kain dimana motif telah dipolakan dan agar motif tetap tampak. Sebelum menggunakan malam, pilihlah malam yang sesuai dengan kebutuhan, karena malam memiliki jenis, sifat, dan fungsi beragam.

























C. Proses membatik
1. Nyungging, yaitu membuat pola atau motif batik pada kertas. Tidak semua orang bisa membuat motif batik, sehingga pola ini dibuat oleh spesialis pola.

2. Njaplak, memindahkan pola dari kertas ke kain.

3. Nglowong, melekatkan malam di kain dengan canting sesuai pola. Pada tahap ini, motif batik akan mulai tampak.

4. Ngiseni, memberikan motif isen-isen (isian) atau variasi pada ornamen utama yang sudah dilengreng atau dilekatkan dengan malam menggunakan canting.

5. Nyolet, mewarnai bagian-bagian tertentu dengan kuas. Misalnya, gambar bunga atau burung yang muncul di sana-sini.

6. Mopok, menutup bagian yang dicolet dengan malam. Tahap ini diiringi dengan nembok, atau menutup bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.

7. Ngelir, melakukan proses pewarnaan kain secara menyeluruh.

8. Nglorod, proses pertama meluruhkan malam dengan merendam kain di dalam air mendidih.

9. Ngrentesi, memberikan cecek atau titik pada klowongan (garis-garis gambar pada ornamen utama). Untuk menghasilkan cecekan yang halus, digunakan canting dengan jarum yang tipis.

10. Nyumri, menutup kembali bagian tertentu dengan malam.

11. Nyoja, mencelupkan kain dengan warna coklat, atau sogan. Batik sogan adalah batik yang berwarna dasar coklat, seperti batik yogya atau batik solo.

12. Nglorod, proses peluruhan malam kembali dengan cara merendam kain di dalam air mendidih.



4. Kelebihan dan kekurangan buku
A. Kelebihan Buku
Dari Segi Fisik
1. Kertas yang digunakan kertas HVS Standar
2. Tulisan nya jelas dan merupakan buku standar nasional
3. Terdapat  gambar disela alat dan bahan ataupun langkah-langkahnya.

 Dari segi isi:
1. Cerpen Urut-urutan membatik runtut dan tidak membingungkan pembaca.
2. Bahasa yang digunakan menggunakan bahasa Indonesia terbaru.

B. Kekurangan Buku
Dari segi Fisik:
1. Gambar di dalam buku tidak terlihat jelas sehingga sedikit membingungkan pembaca.

Dari Segi Isi
1. Buku ini kurang aada ajakan untuk para pembaca untuk ikut melestarikan budaya Indonesia dengan salah satunya membatik.

5. Kesimpulan
Ditinjau dari segi penjelasan, yang kita baca sepanjang pembahasan dalam buku tersebut, buku ini dinilai cukup bagus untuk para pembaca agar bisa belajar mengenal tentang batik. Oleh sebab itu, pembaca diharapkan untuk dapat melestarikan budaya Indonesia melalui buku ini, sehingga budaya Indonesia tidak hilang begitu saja melainkan dapat diteruskan ke generasi selanjutnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar