LITERASI IV
TEKS LAPORAN PENGEMBANGAN LITERASI
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
CALLVIN
TAHUN AJARAN 2019/2020
SMP N 2 PRAMBANAN
1. Identifikasi Data Buku
Judul : Mengenal dan membuat motif
batik Indonesia
Penulis : Trijoto-Suprihatin-Mujiasih
Penerbit : Gama Media
Th. Terbit : 2010
Kota terbit : Yogyakarta
Jumlah hal. : 65 halaman
Ukuran Buku : 15,5 x 23 cm
ISBN : 978-979-1104-48-7
2. Identifikasi Sampul
A. Cover Depan
Pada cover depan terdapat beberapa elemen
yang ada yakni,
·
Judul buku,terdapat di bagian tengah atas dengan bermotif batik
Yogyakarta dengan keterangan lebih lengkap terdapat di bawah judul buku.
·
Penerbit, terdapat di bagian kanan atas dengan symbol penerbit terdapat
diatas nama penerbit.
·
Pengarang, terdapat di bagian kanan bawah dengan tiga sekaligus nama
penulis ditulis dengan hastag – di
sela nama pengarang.
·
Ilustrasi, yang menggambarkan topik di buku tersebut yakni motif batik
yang ukurannya hampir memenuhi semua bagian cover depan buku.
B. Cover Belakang
Pada cover
belakang terdapat beberapa elemen yang ada yakni,
· Gambaran umum tentang topik buku, secara
garis besar serta pengertian dan asal-usul batik. Terdapat di bagian tengah
buku. Gambaran umum ini mencakupi hampir semua bagian cover belakang buku.
· Penerbit dan informasi-informasi tentang
penerbit, terdapat di bagian kiri bawah buku dengan disamping terdapat symbol
penerbit.
· Barcode, terdapat di bagian kanan bawah
dengan atas bawah terdapat nomor ISBN buku.
· Ilustrasi, ilustrasi tentang buku
berkaitan erat dengan ilustrasi cover depan, hanya saja di cover depan terdapat
tokoh terkenal yang sedang membuat batik, tetapi di cover belakang terdapat
seorang anak yang sedang membuat batik. Ukuran ilustrasi ini mencakupi semua
bagian cover belakang.
3. Resensi Buku
A. Sejarah dan Definisi Umum batik
Sejarah batik di Indonesia berkaitan erat dengan
perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan sesudahnya. Kesenian
batik secara umum meluas di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa setelah
akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. G.P. Rouffaer, seorang peneliti dari
Belanda melaporkan bahwa batik dengan pola gringsing sudah dikenal sejak abad
ke-12 diKediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa
dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting
ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola
batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan bagi umat Buddha
dari Jawa Timur pada abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan
dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang
dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit
yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13
atau bahkan lebih awal. Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus
Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud
untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40
jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu,
dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam
perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang
Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku
History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah
menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873
seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang
diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada
awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.
Batik adalah
karya seni yang terbuat dengan menorehkan malam pada kain. Kata batik berasal
dari kata “amba” yang berarti lebar, luas, kain dan “titik” yang berarti titik
yang kemudian berkembang menjadi istilah batik. Batik sangat identik dengan
suatu teknik (proses) dari mulai penggambaran motif, pewarnaan, hingga
pelorodan. Dalam membuat batik diperlukan alat yang disebut canting. Canting
terbuat dari tembaga dan bambu yang digunakan untuk mengambil malam yang akan
digunakan untuk menggambar di kain. Selain canting tradisional, sudah ada
canting elektrik. Batik digunakan banyak kalangan. Di lingkungan pegawai
pemerintah maupun perkantoran. Dengan populernya batik, batik sat ini tidak
hanya dipakai sebgai baju atau pakaian saja. Batik dapat dimodifikasi untuk
keperluan rumah tangga seperti taplak meja, sprei, sarung bantal, kerudung,
souvenir, lukisan, dan lain-lain. Batik memang istimewa. Bentuk kain bercorak
itu bukan sekedar kain tanpa makna. Dalam setiap motif terdapat makna filosofis
yang memiliki nilai sejarah. Corak dan motif batik tidak dapat dilepaskan dari
berbagai unsur-unsur yang melekat dari wilayah asal pembuatannya.Di Indonesia,
batik memiliki perkembangan dan kisah yang menarik dalam setiap motifnya.
Keberadaan Kerajaan Majapahit yang mengalami masa kejayaan beberapa abad telah
membuat tradisi dan kebudayaannya di wilayah Nusantara, termasuk seni batik.
Kesenian batik diyakini telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit secara
turun-temurun. Berikut ini beberapa kota di Indonesia yang memiliki riwayat dan
sejarah batik dan memiliki konstribusi besar terhadap perkembangan batik di
Indonesia, yaitu : Mojokerto dan Tulungagung, Ponorogo, Yogya dan Solo,
Kebumen, Banyumas, Pekalongan, Tegal, Purworejo, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon,
Garut , Jakarta, Riau, Jambi, Lampung, Pontianak, Toraja, Makassar, Bali,
Flores, Ambon, dan Papua. Batik di Indonesia memiliki keragaman jenis, pola
motif, dan corak sesuai dengan unsur-unsur daerah yang membentuknya, batik
merupakan identitas dan karakter budaya. Batik memiliki dua komponen utama
yaitu warna dan garis. Warna spektrum yang terdapat di dalam suatu cahaya.
Identitas suatu warna ditentukan dari panjang gelombang cahaya tersebut. Dalam
seni rupa, warna bisa berarti pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi
oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda. Setiap warna mampu memberikan
kesan dan identitas tertentu sesuai kondisi sosial pengamatnya. Secara ilmiah,
warna hitam dan warna putih bukanlah warna, meskipun bisa dihadirkan dalam
bentuk pigmen. Warna-warna yang ada di
alam sangat beragam yaitu warna netral, warna kontras, warna panas, warna
dingin.Setelah berbicara dengan warna, sekarang berbicara tentang kain. Ada
beberapa macam–macam kain yang digunakan untuk membatik. Jenis batik di
Indonesia sangatlah bermacam-macam seperti batik Pecinan atau Cina, Batik
Belanda, batik Jawa Hokokai, batik Rifa’iyah, batik Keraton, batik Sudagaran,
batik Jawa Baru, batik Jamplrang, batik Terang Bulan,Batik Cap Kombinasi Tulis,
batik Tig Negeri Pekalongan, batik Sogan Pekalongan, batik Tribusana, batik
Pangan atau Batik Petani, batik Coletan, batik Kemodelan, batik Osdekan, batik
Modern, batik Kontemporer, batik Cap, batik Tulis, dan batik Lukis. Batik
merupakan hasil seni budaya yang memiliki keindahan visual dan mengandung makna
filosofis pada setiap motifnya. Proses pembuatan batik mengalami banyak
perubahan, walaupun motif dan corak batik beraneka ragam. Perlengkapan membatik
adalah gawangan, bandul, wajan, kompor, taplak, saringan malam, canting, kain
mori, malam (lilin), dingklik (tempat duduk), pewarna alami. Itulah jenis
perlengkapan membatik. Dalam membuat karya batik diperlukan proses sebagai berikut yaitu
ngemplong, nyorek atau memola, mbathik, nembok, medel, ngerok dan mbirah,
mbironi, menyoga, dan nglorod.
B. Alat dan bahan yang diperlukan untuk membuat batik
1. Peralatan membatik
a. Canting
Canting merupakan alat utama yang dipergunakan untuk
membatik. Penggunaan canting adalah untuk menorehkan (melukiskan) cairan malam
agar terbentuk motif batik. Canting memiliki beberapa bagian yaitu:
·
Gagang
Gagang merupakan bagian canting yang berfungsi sebagai
pegangan pembatik pada saat menggunakan canting untuk mengambil cairan malam
dari wajan, dan menorehkan (melukiskan) cairan malam pada kain. Gagang biasanya
terbuat dari kayu ringan.
·
Nyamplung (tangki
kecil)
Nyamplung merupakan bgian canting yang berfungsi
sebagai wadah cairan malam pada saat proses membatik. Nyamplung terbuat dari
tembaga.
·
Cucuk atau carat
Cucuk merupakan bagian ujung canting dan memiliki
lubang sebagai saluran cairan malam dari nyamplung. Ukuran dan jumlah cucuk can
beragam tergantung jenisnya. Cucuk tersebut terbuat dari tembaga. Kondisi cucuk
harus senantiasa berlubang, kalau tersumbat oleh cairan malam yang sudah
mengeras, cucuk dapat dilubangi lagi dengan cara mencelupkan di cairan panas
malam, sumbatan keras tersebut akan turut mencair kembali. Sedangkan bila
sumbatan belum mengeras maka pelubangannya dapat dipakai dengan bulu sapu lantai.
b. Kuas
Pada umumnya kuas dipergunakan untuk melukis, dalam
proses membatik kuas juga dapat dipergunakan untuk Nonyoki yaitu mengisi bidang
motif luas dengan malam secara penuh. Kuas dapat juga untuk menggores secara
ekspresif dalam mewarnai kain. Anda dapat mempergunakan kuas cat minyak, kuas
cat air, atau bahkan kuas cat tembok untuk bidang sangat luas.
c. Kompor Minyak Tanah
Kompor minyak tanah dipergunakan untuk memanasi malam
agar cair. Pilihlah kompor yang ukurannya kecil saja, tidak perlu yang besar.
Pembatik tradisional biasanya menggunakan anglo atau keren. Anglo merupakan
arang katu sebagai bahan bakar. Kelemahan anglo/keren adalah asap yang
ditimbulkannya berbeda dengan kompor yang tidak seberapa menimbulkan asap.
Pilihlah kompor yang ukuran kecil saja, dengan diameter sekitar 13 cm, sesuai
dengan besaran wajan yang digunakan. Pemanasan malam tidak membutuhkan api yang
cukup besar seperti kalau kita memasak di dapur.
d. Wajan
Wadah untuk mencairkan malam menggunakan wajan,
terbuat dari bahan logam. Pilihlah wajan yang memiliki tangkai lengkap kanan
dan kiri agar memudahkan kita mengangkatnya dari dan ke atas kompor. Wajan yang
dipakai tidak perlu berukuran besar, wajan dengan diameter kurang lebih 15 cm
sudah cukup memadai untuk tempat pencairan malam.
e. Gawangan
Pada waktu membatik kain panjang, tidak mungkin tangan
kiri pembatik memegangi kain tersebut. Untuk itu membutuhkan media untuk
membentangkan kain tersebut, yang disebut gawangan. Disebut demikian karena
bentuknya seperti gawang sepakbola, terbuat dari kayu, agar ringan dan mudah
diangkat dan dipindahkan. Peralatan tersebut di atas sudah cukup memadai untuk
kegiatan membatik Anda. Memang di masa lalu ada beberapa peralatan pendukung
lainnya seperti saringan, kursi kecil (dingklik) dan lipas/tepas. Tepas
diperlukan untuk membantuk menyalakan api arang kayu di anglo/keren. Sekarang
ini dengan adanya kompor, maka tepas tidak diperlukan dalam kegiatan membatik.
f. Nampan
Nampan plastik diperlukan untuk tempat cairan campuran
pewarna dan mencelup kain dalam proses pewarnaan. Pilihlah ukuran nampan yang
sesuai dengan ukuran kain yang dibatik agar kain benar-benar tercelup semuanya.
g. Panci
Panci aluminium diperlukan untuk memanaskan air di
atas kompor atau tungku dan untuk melorot kain setelah diwarnai agar malam bisa
bersih. Pilihlah ukuran panci sesuai dengan ukuran kain yang dibatik.
h. Sarung tangan
Sarung tangan diperlukan sebagai pelindung tangan pada
saat mencampur bahan pewarna dan mencelupkan kain ke dalam cairan pewarna.
Selama penyiapan warna dan pewarnaan kain, pergunakanlah selalu sarung tangan
karena bahan pewarna batik terbuat dari bahan kimia yang berbahaya bagi
kesehatan kulit dan pernafasan, kecuali pewarna alami (natural).
i. Sendok & Mangkuk
Sendok makan dibutuhkan untuk menakar zat pewarna dan
mangkuk plastik untuk mencampur zat pewarna tersebut sebelum dimasukkan ke
dalam air. Selain itu juga diperlukan gelas untuk menakar air.
j. Bandul
Bandul dibuat dari timah, kayu, atau batu yang
dimasukkan ke dalam kantong. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan agar mori
yang baru dibatik tidak mudah tergeser saat tertiup angin atau tertarik oleh si
pembatik secara tidak sengaja.
k. Taplak
Taplak adalah kain untuk menutup paha si pembatik agar
tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.
l. Saringan Malam
Saringan adalah alat untuk menyaring malam panas yang
memiliki banyak kotoran. Jika malam tidak disaring, kotoran dapat mengganggu
aliran malam pada ujung canting. Sedangkan bila malam disaring, kotoran dapat
dibuang sehingga tidak mengganggu jalannya malam pada ujung canting sewaktu
digunakan untuk membatik.
m. 8) Mori
Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun.
Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain
batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan disesuaikan dengan panjang
pendeknya kain yang diinginkan.
Tidak ada ukuran pasti dari panjang kain mori karena
biasanya kain tersebut diukur secara tradisional. Ukuran tradisional tersebut
dinamakan kacu. Kacu adalah sapu tangan, biasanya berbentuk bujur sangkar.
Jadi, yang disebut sekacu adalah ukuran persegi mori,
diambil dari ukuran lebar mori tersebut. Oleh karena itu, panjang sekacu dari
suatu jenis mori akan berbeda dengan panjang sekacu dari mori jenis lain.
Namun di masa kini, ukuran tersebut jarang digunakan.
Orang lebih mudah menggunakan ukuran meter persegi untuk menentukan panjang dan
lebar kain mori. Ukuran ini sudah berlaku secara nasional dan akhirnya
memudahkan konsumen saat membeli kain batik. Cara ini dapat mengurangi
kesalahpahaman dan digunakan untuk menyamakan persepsi di dalam sistem
perdagangan.
n. Pewarna Alami
Pewarna alami adalah pewarna yang digunakan untuk
membatik. Pada beberapa tempat pembatikan, pewarna alami ini masih
dipertahankan, terutama kalau mereka ingin mendapatkan warna-warna yang khas,
yang tidak dapat diperoleh dari warna-warna buatan. Segala sesuatu yang alami
memang istimewa, dan teknologi yang canggih pun tidak bisa menyamai sesuatu
yang alami.
2. Bahan Batik
a. Kain
Salah satu bahan yang paling pokok dalam membatik
adalah kain, sebagai media tempat motif akan dilukiskan. Untuk membatik
biasanya kain yang biasa digunakan adalah jenis kain katun seperti kain
Voilissma, Primis, Primissima, mori biru, Philip, berkolyn, santung, blacu, dan
ada juga yang mempergunakan kain sutera alam. Media kain yang harus
diperhatikan adalah usahakan agar kain tersebut tidak mengandung kanji atau
kotoran lainnya, karena hal ini akan mengganggu proses penyerapan malam ataupun
warna.
Pengolahan kain ini lebih banyak dikenal dengan
istilah “ngloyor”. Bahan untuk pengolahan kain biasanya minyak jarak atau
larutan asam. Pengolahan kain menggunakan minyak jarak, langkah yang harus
dikerjakan yaitu merendam kain dalam panci dan direbus dengan memasukkan minyak
jarak ke dalam rebusan kain tersebut. Apabila sudah mendidih, diambil dan
direndam dalam air dingin sambil diremas-remas. Air dingin untuk merendam kain
ini bisa ditambahkan sabun atau deterjen.
Pengolahan kain dengan larutan asam biasanya dilakukan
satu hari, tetapi perlu diperhatikan bahwa larutan asam yang terlalu banyak
akan merusak kain. Pengolahan kain dengan minyak jarak dan larutan asam tidak
cocok digunakan untuk kain sutera, karena kain sutera yang berbahan sangat
lembut memerlukan perlakuan khusus. Biasanya pengolahan kain sutera dengan
sabun yang khusus untuk serat halus dan tidak diperas berlebihan atau apabila
sulit untuk mencari sabun khusus untuk kain sutera bisa menggunakan shampo
untuk rambut, tetapi gunakan sedikit saja dan cucilah dengan perlahan.
b. Malam/Lilin
Malam merupakan bahan bahan utama yang menjadi ciri
khas dalam proses membatik. Dalam proses membatik, malam mempunyai fungsi untuk
merintangi warna masuk ke dalam serat kain dimana motif telah dipolakan dan
agar motif tetap tampak. Sebelum menggunakan malam, pilihlah malam yang sesuai
dengan kebutuhan, karena malam memiliki jenis, sifat, dan fungsi beragam.
C. Proses membatik
1. Nyungging, yaitu membuat
pola atau motif batik pada kertas. Tidak semua orang bisa membuat motif batik,
sehingga pola ini dibuat oleh spesialis pola.
2. Njaplak, memindahkan pola
dari kertas ke kain.
3. Nglowong, melekatkan
malam di kain dengan canting sesuai pola. Pada tahap ini, motif batik akan
mulai tampak.
4. Ngiseni, memberikan motif
isen-isen (isian) atau variasi pada ornamen utama yang sudah dilengreng atau
dilekatkan dengan malam menggunakan canting.
5. Nyolet, mewarnai
bagian-bagian tertentu dengan kuas. Misalnya, gambar bunga atau burung yang
muncul di sana-sini.
6. Mopok, menutup bagian
yang dicolet dengan malam. Tahap ini diiringi dengan nembok, atau menutup
bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.
7. Ngelir, melakukan proses
pewarnaan kain secara menyeluruh.
8. Nglorod, proses pertama
meluruhkan malam dengan merendam kain di dalam air mendidih.
9. Ngrentesi, memberikan
cecek atau titik pada klowongan (garis-garis gambar pada ornamen utama). Untuk
menghasilkan cecekan yang halus, digunakan canting dengan jarum yang tipis.
10. Nyumri, menutup kembali
bagian tertentu dengan malam.
11. Nyoja, mencelupkan kain
dengan warna coklat, atau sogan. Batik sogan adalah batik yang berwarna dasar
coklat, seperti batik yogya atau batik solo.
12. Nglorod, proses
peluruhan malam kembali dengan cara merendam kain di dalam air mendidih.
4. Kelebihan
dan kekurangan buku
A. Kelebihan Buku
Dari Segi Fisik
1. Kertas yang
digunakan kertas HVS Standar
2. Tulisan nya
jelas dan merupakan buku standar nasional
3. Terdapat gambar disela alat dan bahan ataupun
langkah-langkahnya.
Dari segi isi:
1. Cerpen Urut-urutan
membatik runtut dan tidak membingungkan pembaca.
2. Bahasa yang
digunakan menggunakan bahasa Indonesia terbaru.
B. Kekurangan Buku
Dari segi Fisik:
1. Gambar di dalam buku tidak terlihat
jelas sehingga sedikit membingungkan pembaca.
Dari Segi Isi
1. Buku ini kurang aada ajakan untuk para
pembaca untuk ikut melestarikan budaya Indonesia dengan salah satunya membatik.
5. Kesimpulan
Ditinjau
dari segi penjelasan, yang kita baca sepanjang pembahasan dalam buku tersebut,
buku ini dinilai cukup bagus untuk para pembaca agar bisa belajar mengenal
tentang batik. Oleh sebab itu, pembaca diharapkan untuk dapat melestarikan
budaya Indonesia melalui buku ini, sehingga budaya Indonesia tidak hilang
begitu saja melainkan dapat diteruskan ke generasi selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar