Sabtu, 22 Februari 2020

LITERASI 3


LITERASI III
TEKS LAPORAN PENGEMBANGAN LITERASI
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
CALLVIN
TAHUN AJARAN 2019/2020
SMP N 2 PRAMBANAN
1. Identifikasi Data Buku
Judul                 : Kado Istimewa
Penulis             :
Penerbit           : Kompas
Th. Terbit        : 1992
Kota terbit      : Jakarta
Jumlah hal.      : 170
Ukuran Buku  : 20,2 x14,5
ISBN                  : 979-9251-52-4

2. Identifikasi Sampul
A. Sampul Depan
Sampul depan bewarna abu-abu bergradasi putih dengan dibawah terdapat nama penerbit, di bawahnya lagi terdapat gambar penulis dengan cirri di tahun 92  serta di kanan atas terdapat larangan penerbit akan bukunya.

B. Sampul belakang
Sampul belakang berwarna hitam dengan di tengahnya terdapat nama nama penulis cerpen di buku, dengan di bawahnya terdapat kata-kata bijak oleh Subagio S dan Nirwan Dewanto, di kiri bawah terdapat nama penerbit, di kanan bawah terdapat nomor ISBN serta barcode.
















3. Resensi buku
A. Cerpen Antara Aku Dan Dua Dimensi
1. Struktur teks cerpen
STRUKTUR TEKS
ISI CERPEN
ORIENTASI
Angin berhembus sembari berjalan melalui celah-celah gedung perkantoran di kotaku. Sejuknya angin dan cerahnya mentari membangunkanku dengan lembutnya. Suara kendaraan yang mulai berlalu lalang di depan rumahku seakan-akan memaksaku untuk segera memulai cerita pada hari ini.Dengan perlahan aku pun membuka pintu kamar yang masih tertutup rapat. Saat aku membuka pintu, terlihat sebuah figures dengan karakter Kakashi Hatake dan Minato Namikaze favoritku berdiri tegak sambil mengeluarkan jutsu dan mengenakan jubah hokage yang terkesan gagah. Namun aku hanya bisa termenung dan membayangkan bila mereka hidup di dunia nyata.Harumnya pancake durian buatan bunda berhasil membuyarkan lamunanku. Akhirnya aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum sarapan. Seusai mandi aku pun segera berlari menuruni 21 anak tangga dan segera duduk di meja makan.
“Pancake durian! Sedapnya!” Gumamku
Bunda melirikku, “Kalau begitu, cepat habiskan makanannya dan bergegas pergi ke sekolah sebelum terlambat.”
“Oke.”
KOMPLIKASI
Kebetulan sekolah dibubarkan lebih awal dikarenakan ada rapat orangtua siswa baru. Saat sedang berjalan menuju rumah, aku melihat sekelompok orang menggunakan kostum tokoh-tokoh di film seri Naruto Shippuden seperti Gaara, Rin, Obito, Kakashi, Naruto, Sasuke, Sarada, Boruto, Mei Terumi, dan yang lainnya. Sebagai fans berat, aku sudah tahu bahwa para cosplayer itu akan dipertunjukkan di theater taman kota pada pukul 07.00 petang.
 Benar saja, setelah menunggu selama 30 menit aku melihat sosok cosplayer yang tadi siang aku lihat di jalan. Dengan girangnya aku langsung menghampiri mereka tanpa rasa malu untuk meminta foto bersama dan tanda tangannya.

RESOLUSI
Karena keberanianku, aku diberi sebuah gift yang berisi jubah akatsuki yang selama ini aku idamkan. Aku pun mengucapkan rasa terima kasihku pada mereka dan bergegas pulang untuk belajar.“Terima kasih karakter 2 dimensi yang telah membuat hariku berwarna. Kalian memang sebagian dari hidupku!” Gumamku sambil tersenyum
KODA
Kita seharusnya tidak mengharapkan sesuatu jika sesuatu itu mustahil karena dunia hanya ada satu yaitu dunia kita oleh karena itu kita harus menyadarinya.

2. Tokoh dan sifat tokoh:
No.
Tokoh
Sifat Tokoh
Bukti Kalimat
1.
Aku
Suka Berimajinasi


Namun aku hanya bisa termenung dan membayangkan bila mereka hidup di dunia nyata.
Pemberani
Karena keberanianku, aku di beri sebuah gift….
2.
Bunda
Perhatian
Kata bunda:”Cepat habiskan makanannya dan bergegas pergi ke sekolah sebelum terlambat
3.
Cosplayer
Ramah
Aku diberi sebuah gift yang berisi jubah akatsuki yang selama ini aku idamkan/…meminta foto bersama dan tanda tangannya
3.Setting:
No.
Tempat
Bukti Kalimat
1.
Di kota
Angin berhembus sembari berjalan melalui celah-celah gedung perkantoran di kotaku.
2.
Di depan rumah
Suara kendaraan yang mulai berlalu lalang di depan rumahku…
3.
Di kamar
Dengan perlahan aku pun membuka pintu kamar yang masih tertutup rapat.
4.
Di dunia nyata
 Namun aku hanya bisa termenung dan membayangkan bila mereka hidup di dunia nyata.
5.
Di meja makan
Seusai mandi aku pun segera berlari menuruni 21 anak tangga dan segera duduk di meja makan.
6.
Ke sekolah
cepat habiskan makanannya dan bergegas pergi ke sekolah.
7.
Di theater taman kota
para cosplayer itu akan dipertunjukkan di theater taman kota pada pukul 07.00 petang.
8.
Di jalan.
aku melihat sosok cosplayer yang tadi siang aku lihat di jalan.




No.
Waktu
Suasana
1.
Pukul 07.00 petang
 di theater taman kota pada pukul 07.00 petang.
2.
Tadi siang
sosok cosplayer yang tadi siang aku lihat di jalan. 
3.
30 menit kemudian
setelah menunggu selama 30 menit kemudian aku melihat sosok cosplayer


No.
Suasana
Bukti kalimat
1.
Senang
yang berisi jubah akatsuki yang selama ini aku idamkan
2.
Terheran-heran
aku melihat sekelompok orang menggunakan kostum tokoh-tokoh di film seri Naruto Shippuden seperti Gaara, Rin, Obito, Kakashi, Naruto, Sasuke, Sarada, Boruto
3.
Senang
sekolah dibubarkan lebih awal dikarenakan ada rapat orangtua siswa baru.
4. Sudut Pandang: Orang pertama
B. Cerpen Matinya Seorang Demonstran:
1. Struktur teks
STRUKTUR TEKS
ISI CERPEN
ORIENTASI
Ratih kemudian tahu, Eka seorang penulis. Mungkin itu sebabnya dia cenderung penyendiri. ”Aku kurang flamboyan sebagai aktivis,” katanya tertawa. Dia tak suka tampil berorasi di mimbar. Mungkin sadar, suara cemprengnya tak akan membuat terpesona para demonstran. ”Dalam perjuangan, ada yang menggerakkan, ada yang memikirkan. Aku memilih yang kedua,” katanya. ”Mimbar dan panggung itu godaan. Banyak yang tampil di mimbar hanya ingin mendapatkan sebanyak mungkin tepuk tangan. Begitu turun panggung, mereka lupa dengan apa yang mereka katakan.”Ratih ingat ketika Eka mengantar pulang setelah menonton pertunjukan teater di Auditorium Fakultas Filsafat. Eka yang menulis naskahnya. Ratih yakin, saat itu Eka mengajaknya nonton karena dia pingin pamer naskah yang dia ditulis. Naskah yang menurut Ratih terlalu sok filosofis: bagaimana seseorang mesti berani meneguk racun untuk membela pemikiran yang diyakininya. Penulisnya seperti hanya ingin menunjukkan bahwa ia adalah mahasiswa filsafat yang merasa lebih hebat dari Socrates yang dipujanya. ”Lakon yang kamu tulis itu membuktikan kamu memandang hidup ini getir. Makanya selalu sinis.”
 ”Sinis bagaimana?”
 ”Ya, hampir semua hal kamu tanggapi dengan nyinyir…”
 ”Jangan salah,” Eka menatapnya tajam. ”Kamu harus membedakan antara filsuf dan orang biasa. Kalau orang biasa sinis, akan dianggap nyinyir. Tapi kalau filsuf sinis, itu disebut kritis.”
 ”Gundulmu, Ka!!Eka tertawa dan memeluk pundaknya. Entah kenapa, saat itu ia tak mencoba mengelak.
KOMPLIKASI
Ratih sering bertanya pada dirinya sendiri, kenapa ia bisa menyukai dua laki-laki itu? Mungkin karena bersama Arman ia menikmati hidup. Sementara dengan Eka ia merasa ada sesuatu yang mesti diperjuangkan dalam hidup.Di bulan-bulan penuh demonstrasi menjelang reformasi, ia sering mencemaskan Eka. Aparat semakin keras dan represif menghadapi para mahasiswa yang turun ke jalan menuntut Soeharto mundur. Berkali-kali terjadi bentrokan dan aparat tak hanya menembakkan gas air mata. Lima mahasiswa terluka tertembak peluru karet, dalam satu bentrokan di bundaran kampus. Seorang mahasiswa yang sedang memotret dihajar puluhan aparat, tubuhnya yang sudah terkapar terus ditendang, kameranya diinjak-ijak. Tubuh mahasiswa yang sudah berdarah-darah itu diseret lebih dari 100 meter di aspal jalan yang panas sambil terus ditendangi dan dipukuli dengan pentungan.Sementara usai demonstrasi menutup jalan pertigaan depan kampus IAIN Sunan Kalijaga, delapan kawan mahasiswa diciduk aparat. Kabarnya mereka disekap di Kodim. Beberapa aktivis segera berkumpul di rumah kontrakan di Gang Rode yang sering dijadikan tempat pertemuan–”rapat gelap” istilah mereka–dalam suasana penuh kecurigaan. Beberapa orang dianggap sebagai intel militer yang disusupkan. Eka mengajaknya ke pertemuan itu. Daulay, Ata, Toriq, Maria, Seno, Budiman, Semendawai, Afnan, Damai, Leyla, Rizal, Rahzen, dan beberapa yang hadir tak bisa menyembunyikan ketegangannya, bicara dengan nada tinggi, membentak dan saling tuding.
 ”Secepatnya kita harus melakukan lobby untuk membebaskan kawan-kawan kita.”
 ”Biar intel militer kayak kamu yang urus!”Seseorang menggebrak meja. Ratih tak melihat jelas siapa. Ia agak sembunyi di belakang Eka.
 ”Ada yang sudah dapat kabar keadaan mereka?””Tenang,” kata Eka. ”Penjara, akan membuktikan tangguh tidaknya mereka. Lagi pula, penjara justru meningkatkan martabat para pembangkang.”
 Penjara. Sering Ratih merasa ngeri setiap membayangkan pada akhirnya Eka akan mengalaminya. Sanggupkah tubuh Eka yang kurus menahan siksaan disetrum, dibaringkan di atas balok es semalaman, dijepit jempolnya dengan tang atau digampar popor senapan? Eka memeluknya ketika Ratih mengungkapkan kecemasannya. Malam itu pertama kali Ratih menginap di kamar kost Eka. ”Kekuatan manusia bukan pada tubuhnya, tapi jiwanya,” kata Eka. ”Kau sudah baca novel Jalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis? Pada akhirnya bukan Hazil yang muda, bersemangat, dan tampak kuat yang mampu bertahan oleh siksaan. Tapi Guru Isa yang tua, kelihatan lemah dan impotent.” Malam itu Ratih merasakan badan Eka hangat dan gemetar. Eka tak bisa menyembunyikan kegugupan ketika mulai menciuminya. Ratih tahu, itu bukan kegugupan laki-laki yang baru tidur pertama kali dengan perempuan. Demonstrasi nyaris terjadi setiap hari. Ia sering bersama Eka malam-malam keluar masuk gang-gang menyebarkan selebaran. Seperti gerilyawan kota, kata Eka. Sementara Arman mulai terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. ”Jangan dikira aku tak tahu hubunganmu dengan Eka,” katanya. ”Persetan dengan politik! Tapi pada akhirnya aku yakin, kamu akan memilih aku. Terlalu beresiko kamu hidup dengan Eka. Pertama, kamu akan menderita. Kedua, kamu cepat jadi janda. Eka pasti akan mati diculik atau diracun. Karna begitulah nasib aktivis.”Bila Ratih semakin cemas, itu bukan karna ucapan Arman, tapi rasanya memang ada yang tak akan pernah mungkin mampu ditanggungnya bila ia terus dekat Eka. Ibu pun sudah mulai tak suka setiap kali Eka datang ke rumah. Berita-berita demonstrasi di televisi membuat ibu melarangnya pergi. Ia tak menyalahkan.. Truk-truk yang mengangkut pasukan terus menderu melintas, suaranya terdengar dari rumah Ratih. Serentetan suara senapan dan ledakan sesekali menggelegar. Suasana mencekam bahkan terasa hingga ke dalam rumahnya. Beberapa demonstran beberapa kali terlihat berlarian masuk ke dalam gang samping. Aparat menggedor-gedor pintu, mencari mahasiswa yang sembunyi di dalam rumah penduduk. Saat itulah Ratih mendengar pintu diketuk. Ibu terlihat pucat. Hati-hati ia mengintip dari celah korden, ternyata Arman. Dia buru-buru masuk dengan gugup. Dia bercerita kalau dirinya terjebak di tengah-tengah kerusuhan ketika menuju ke mari. Di jalan ada dua panser yang memblokade jalan. Mobilnya digebrak-gebrak dan diancam hendak dibakar. Mobil ia tinggalkan, dan segera berlari menyelamatkan diri. Ibu memberinya segelas air putih. Tangan Arman gemetaran memegangi gelas. Baru tengah malam bentrokan mereda. Karena merasa sudah aman, Arman pamit pada ibu untuk melihat mobilnya sekalian mau beli rokok. Ada dua hal yang tak gampang diduga: nasib dan politik. Esok siangnya Ratih mendengar kabar yang tak pernah dibayangkan.
RESOLUSI
Arman mati tertembak peluru nyasar, ketika bentrokan kembali memanas di jalan itu dan aparat dengan serampangan melepaskan tembakan. Ratih juga tak lagi bertemu Eka setelah bentrokan yang terus berlangsung hingga subuh itu. Tak ada yang tahu ke mana Eka. Kawan-kawannya yakin Eka diculik, dan tak jelas nasibnya.Begitu lulus kuliah, Ratih memilih pergi dari kota ini. Berusaha melupakan ingatan pahit itu. Hanya pulang sesekali untuk menengok ibunya. Dan setiap kali pulang, mau tak mau ia pasti melewati jalan ini, dan kenangan itu selalu muncul kembali.
Dulu ia mengenal jalan ini sebagai Jalan Sutowijayan. Kini bernama Jalan Munarman. Pecundang memang sering kali lebih beruntung.
KODA
Amanat yang terkandung dalam cerpen Matinya Seorang Demonstran adalah sebagai berikut:
1. Janganlah keluar rumah apabila sedang ada kekacauan
2. Jangan menilai orang hanya dari satu sisi saja
3. Hiduplah sederhana dan syukurilah hidup yang engkau berikan
4. Jangan hidup bermewahan sebab itu yang akan membuatmu merasa sombong
5. Saling membantu dalam kesusahan
2. Tokoh dan sifat tokoh:
No.
Tokoh
Sifat Tokoh
Bukti Kalimat
1.
Ratih
Perhatian
Ratih sering bertanya pada dirinya sendiri, kenapa ia bisa menyukai dua laki-laki itu? Mungkin karena bersama Arman ia menikmati hidup.
Peyakin
Ratih yakin, saat itu Eka mengajaknya nonton.
Tidak mudah lupa
Ratih iangat ketika Eka mengantar pulang setelah pertunjukan teater.


Mudah terpengaruh
Ratih semakin cemas, karena ucapan Arman yang seakan-akan merasuki jiwanya.
2.
Eka
Menghargai orang lain
Eka begitu menghormati kemiskinan ayahnya.
Penyendiri
Ratih kemudian tahu, Eka seorang penulis. Mungkin itu sebabnya dia cenderung menyendiri.
Penggombal
Kalau perempuan semanis kamu tidak punya pacar, pasti ada yang salah pada selera semua laki-laki di dunia ini.
Sederhana
Eka begitu menghormati kemiskinan ayahnya.
3.
Munarman (Arman)
Sombong
Arman selalu pamer pangkat orangtuanya. ”Orang-orang seperti ayahkulah yang memiliki negara ini.
Pemamer
Arman selalu pamer pangkat orang tuanya.
4.
Ibu Ratih
Pencemas
Ibu pun sudah mulai tak suka setiap kali Eka datang ke rumah. Berita-berita demonstrasi di televise membuat ibu melarangnya pergi.
3. Setting:
No.
Tempat
Bukti Kalimat
1.
Di bundaran Kampus
Dalam satu bentrokan di bundaran kampus.
2.
Di Rumah Ratih
Ketika Eka datang ke rumah Ratih pertama kali.
3.
Di Jalan
Ratih tersenyum sambil membaca di jalan  itu.
4.
Di Warung

5.
Di Auditorium Fakultas Filsafat
Setelah menonton pertunjukan teater Di Auditorium Fakultas Filsafat.
6.
Di jalan
Yang turun ke jalan menuntun Soeharto mundur.
7.
Di jalan
Ketika bentrokan itu kembali memanas di jalan itu dan aparat.
8.
Di depan kampus
Demonstrasi menutup jalan pertigaan di depan kampus IAIN Sunan Kalijaga.
9.
Di kodim
Kabarnya, mereka disekap di kodim.
10.
Di rumah kontrakan
Segera berkumpul di di rumah kontrakan.
11.
Di gang Rode
Di gang Rode yang sering dijadikan tempat pertemuan rapat gelap.
12.
Di kamar kost Eka
Malam itu Ratih menginap di kamar kost Eka.

No.
Waktu
Suasana
1.
Malam Jumat
Yang tak ia lupa ialah Eka datang kerumahnya pada malam Jumat
2.
Malam hari
Malam itu pertama kali Ratih bermalam di rumah Eka
3.
Tengah malam
Baru tengah malam bentrokan mereda
4.
Malam-malam
Ia sering bersama Eka malam-malam keluar masuk gang-gang menyebarkan selembaran.
5.
Malam hari
Ratih sedang makan malam dengan ibunya ketika bentrokan itu terjadi.
6.
Selepas isya
Jauh dari rumah terus berlangsung hingga selepas isya.
7.
Esok siang
Esok siangnya Ratih mendengar kabar baik yang tak pernah di bayangkan
8.
Subuh
Setelah bentrokan yang terus terjadi hingga subuh itu.

No.
Suasana
Bukti kalimat
1.
Menegangkan
Beberapa aktivitas di gang Rode yang sering dijadikan tempat pertemuan rapat gelap istilah mereka dalam suasana penuh kecurigaan.
2.
Menegangkan
Saat itulah Ratih memndengar pintu diketuk. Ibu terlihat pucat. Hati-hati ia mengintip dari celah gorden, ternyata Arman.
3.
Mencengkam
Serenten suara senapan dan ledakan sesekali menggelegar. Suasana mencengkam bahkanterasa hingga ke dalam rumah.
4.Sudut Pandang: orang ketiga
C. Cerpen Kado istimewa
1. Struktur teks
STRUKTUR TEKS
ISI CERPEN
ORIENTASI
Pagi ini sangat cerah seperti biasa aku bangun dan bergegas berangkat sekolah. Kenalkan aku Fandy sekarang aku duduk di kelas IX MIPA. Pagi ini aku berangkat sekolah dengan teman yang selalu setia mengantarku ke mana saja. Dia adalah sepeda motor. Kendaraan pertama yang dibelikan ayah sebagai hadiah ulang tahunku.
Setiba di sekolah aku pergi ke kantin untuk mengisi perut yang selalu ribut setiap pagi. selesai makan aku menyusuri koridor menuju kelasku. Pikiranku melayang pada kejadian beberapa bulan belakangan ini. Kedua orangtuaku ribut besar dan rumah tangga orangtuaku diambang kehancuran. Kemudian aku merasakan seseorang menubruk tubuhku dari depan yang berhasil membuyarkan lamunanku. Bajuku basah karena minuman yang dibawa seseorang yang menubruk tubuhku barusan.
“Eh.. sorry, sorry” Ujarnya sambil membersihkan bajuku yang basah dengan tangannya.
“Tidak apa-apa” Balasku sambil menatap wajah bersalahnya.
“Tapi baju kamu jadi kotor begini gara-gara aku, aku mintak maaf ya tadi aku tak melihatmu karena aku jalan sambil mendengarkan earphone, sekali lagi aku mintak maaf ya.” Katanya lagi penuh penyelasan.
“Tidak apa-apa aku juga bersalah, tadi aku jalan sambil melamun” Kataku
“Kalau begitu aku akan membersihkan bajuku di toilet dulu”. Sambungku dan berlalu meninggalkanya, sebelum aku pergi dia sempat meminta maaf sekali lagi. Aku tidak ingin membersihkan bajuku ini, biarlah baju ini menjadi saksi bisu perbincanganku dengan gadis yang kupuja.
khir-akhir ini aku sering menjadikan kertas dan pena sebagai teman. Tempat aku mencurahkan segala isi hatiku dan mengembangkan menjadi cerita atau puisi terlebih setelah retaknya rumah tangga orangtuaku.
“Fan hari ini ada rapat pengurus mading, lo udah tau belum?” Tanya Meli saat aku baru sampai di kelas.
“Oh ya, Kapan?”
“Sekarang, barusan sarah telepon katanya disuruh kumpul di ruang OSIS” Jelas Sarah.
Akhirnya aku dan Meli memutuskan untuk pergi bersama ke ruang osis. Semenjak aku hobi menulis aku memutuskan bergabung menjadi pengurus mading untuk menyalurkan bakatku.
Rapat anggota pengurus mading kali ini dalam rangka memperingati hari ulang tahun sekolah. Mading akan menerbitkan artikel tentang berbagai persiapan dan kegiatan apa saja yang akan ditampilkan pada hari ulang tahun sekolah nanti.
“Fan kamu akan mewawancarai dan meliput persiapan masing-masing ekskul” Kata Kak Arif selaku ketua pengurus mading.
“Baik Kak” Jawabku yakin.
Aku sangat senang bisa mengemban tanggung jawab ini karena salah seorang anak ekskul seni yang aku kagumi sejak lama. Aku sudah tidak sabar untuk memulai tugas ini.
Kegiatan pertama yang aku liput persiapanya adalah ekskul keagamaan kemudian ekskul olahraga dilanjutkan dengan pramuka dan paskibraka dan yang terakhir persiapan ekskul seni. Inilah yang sangat aku tunggu-tunggu.
Aku berdiri mematung di hadapanya, aku bingung harus memulai wawancara ini. Aku tidak tahu bagaimana memulai wawancaranya.
Akhirnya tugasku pun selesai, sekarang hanya tinggal menyusun hasil liputan dan wawancaraku menjadi sebuah artikel untuk diterbitkan di mading. Aku merasa sangat senang hari ini meskipun hanya tanya-jawab biasa saja.
Sepulang sekolah aku langsung menuju kamar, maklumlah semenjak rumah tangga orangtuaku retak ayah sudah tak tinggal di rumah ini. Aku hanya menjadikan kamar sebagai tempat ternyaman. Pulang sekolah aku akan langsung menuju kamar dan hanya akan keluar jika ada perlu saja jika tidak maka aku akan mengurung diri di kamar seharian.
Setelah aku mengganti pakaianku aku duduk di meja belajarku. Pikiranku kembali mengingat kejadian tadi siang. Akhirnya aku mengetahui namanya, Bunga. Sesuai dengan namanya dia adalah bunga di hati yang menambah warna di hidupku.
Siang itu ditemani oleh pena dan kertas aku menuangkan semua perasaanku pada Bunga dalam sebuah puisi.
Pagi ini seperti biasa aku berangkat sekolah. Aku sengaja berangkat lebih awal pagi ini karena hasil wawancaraku kemarin menghilang. Aku rasa kertas tersebut tertinggal di ruang ekskul seni. Dan ternyata benar saja hasil wawancaraku kemarin tertinggal di ruangan itu.
KOMPLIKASI
Saat aku kembali menuju kelasku aku teringat akan puisi yang kemarin aku tulis sebagai ungkapan isi hatiku pada Bunga. Aku membaca puisi itu sepanjang perjalanan menuju kelasku sampai semua kertas di tanganku berhamburan ke lantai termasuk puisiku karena seseorang menabrak tubuhku.
“Maaf, aku gak sengaja.. Kamu?” ujarnya sambil memunguti kertas yang bertebaran di lantai.
Aku tertegun sejenak setelah mengetahui siapa yang menabrak tubuhku barusan.
“Maafkan aku, aku tidak sengaja.” ujarnya lagi
“tidak apa-apa”
“Maaf ya, seharusnya aku tidak mendengarkan earphone sambil jalan hingga menabrakmu sampai dua kali” Sesalnya.
“Tidak apa-apa kok” kataku
“aku malah merasa senang” kataku dalam hati.
Setelah mengambil kertas di tangan Bunga yang tadi dipungutinya aku pun berlalu meninggalkanya bersama dengan rasa bersalahnya. Setelah aku menjauh kudengar dia memanggilku namun aku tak menghiraukan panggilan itu, malah aku mempercepat langkahku meninggalkan gadis cantik itu.
Aku terhenyak di kursiku dan mengingat kembali kejadian tadi. Bagaimana mungkin seseorang yang sangat mencintai musik seperti Bunga bisa bersatu denganku yang hanya terfokus pada barisan kata yang rapi dan indah. Munkin kata dan nada memang tak mungkin pernah bersatu.
“Fan ada yang nyari tuh.” Aku tersadar mendengar suara itu.
“Siapa?”
“Tuh” Tunjuknya ke arah jendela.
Kulihat seorang gadis tengah duduk di sana tapi aku tak melihat wajahnya karena membelakangi jendela. Aku segera menghampiri gadis itu. Aku sangat terkejut ternyata yang mencariku adalah Bunga. Kulihat dia tersenyum saat aku menghampirinya.
“Kamu Fandy?” tanya Bunga
Aku hanya mengangguk karena terlalu gugup berhadapan dengan Bunga.
“Aku ke sini mau mintak maaf atas kejadian tadi, …”
“Oh tidak masalah, lupakan saja” putusku sebelum dia menyelesaikan ucapanya.
“Bukan bukan itu, sebenarnya aku mencarimu karena ingin mengembalikan ini.” ujarnya memperlihatkan sebuah kertas
“ini puisimu kan?” tanyanya kemudian.
Aku terkejut melihat puisiku berada di tangan Bunga. Aku merasa senang sekaligus malu, aku senang karena puisi yang kutulis untuk Bunga sekarang ada di tanganya dan aku merasa malu karena menghiraukan panggilanya tadi.
“Hei kenapa diam? Apa benar ini puisimu?”
“I..iya”
“Tadi setelah membaca puisimu aku jatuh cinta dengan kata-katanya, begitu indah seperti ungkapan perasaan seseorang.”
Aku hanya diam menunggu kalimat berikutnya.
“Kalau kamu tidak keberatan aku ingin menjadikan puisimu menjadi lirik lagu untuk kunyanyikan pada acara ulang tahun sekolah nanti”
Deg!! Jantungku berdegup sangat kencang. Aku tak percaya Bunga akan menyanyikan puisi yang kuciptakan khusus untuknya.
“Bagaimana, Kamu tidak keberatan kan?”
“Oh tidak sama sekali, malahan aku merasa sangat terhormat kalau kamu bisa menyanyikan itu di acara ulang tahun sekolah nanti.”
Semenjak saat itu aku dan Bunga sering betemu. Aku dan Bunga menjadi sahabat. Bunga sering mengatakan bahwa dia menyukai karyaku, aku hanya membalas dengan mengatakan bahwa aku juga mengagumi suara dan kemampuanya bermain musik.
Ternyata pemikiranku selama ini salah. Kata dan nada dapat diatukan bahkan mereka tidak dapat terpisahkan. Kata- kata yang indah jika diberikan nada yang bagus akan menjadi sebuah karya seni yang Wow.
Acara pun dimulai. Berbagai aksi pun ditampilkan aku turut ambil bagian di dalamnya yaitu membacakan sebuah puisi yang berupa ungkapan isi hatiku pada Bunga. Aku sudah menyiapkanya sejak beberapa hari terakhir. Sudah berbagai aksi ditampilkan kini giliran Bunga dan bandnya. Bunga berperan sebagai vokalis. Bunga tampak anggun di atas panggung dan menyanyikan puisi yang kuciptakan khusus untuknya. Aku merasa senang karena Bunga bisa menyanyikan perasaanku padanya yang tak dapat kuungkapkan secara langsung.
RESOLUSI
Setelah penampilanya Bunga menghampiriku.
“Fan” sapanya sambil tersenyum.
Aku menjadi sangat gugup karena gadis cantik itu berjalan menghampiriku.
“Makasih ya Fan” ujarnya sambil memeluk tubuhku setelah cukup dekat denganku.
Aku sungguh tak percaya sekarang aku berada dalam pelukan gadis yang selama ini hanya bisa kuperhatikan dari kejauhan. Sungguh ini suatu keajaiban untuk diriku. Entah setan apakah yang telah memasuki tubuhku hingga aku membalas pelukan itu dan membisikkan sesuatu ke telinganya tanpa kusadari.
“Bunga sebenarnya aku sayaang banget sama kamu, aku udah suka sama kamu saat pertama kali melihatmu.” aku sendiri bingung dari mana datangnya kata-kata itu hingga meluncur begitu saja dari mulutku.
Aku menjadi sangat gugup dan takut Bunga akan marah dan menjauhiku atau bahkan lebih parah mungkin saja dia akan membenci diriku karena kebodohanku sendiri. Tubuhku terasa bergetar seperti sedang terjadi gempa besar di sini dan hanya aku sendiri yang merasakanya.
“Aku juga sayang sama kamu Fan” Bunga berbisik tepat di telingaku dan mempererat pelukanya padaku. Semuanya terasa seperti mimpi bagiku. Ternyata opiniku benar-benar salah tentang kata dan nada, kata dan nada seperti aku dan bunga tidak dapat dipisahkan itulah kenyataanya.
KODA
Amanat yang terkandung dalam cerpen Kado Istimewa adalah sebagai berikut:
-kita harus menghargaipemberian dari orang lain
-Bila kita sukses janganlah kita sombong
-Jangan mudah melupakan orang lain yang baik kepada kita
-menghormati pimpinan serta menjunjung tinggi nilai, sikap, etika, dan sopan santun.
-menerapkan nilai yang terkandung di dalam cerpen tersebut, mengenai etika bersopan santun, nuansa bertenggang rasa, dan menghargai sesama makhluk sosial. 














2. Tokoh dan sifat tokoh:
No.
Tokoh
Sifat Tokoh
Bukti Kalimat
1.
Bu kustiyah
Keras kepala
Tidak bisa tidak. Apa pun hambatannya. Berapa pun biayanya. Ini sudah jadi niatnya sejak lama. Bahwa suatu saat nanti, kalau Pak Gi mau ataupun ngunduh mantu, Bu Kustiyah akan datang untuk mengucapkan selamat.
Teguh pendirian
Bu Kustiyah bertekad bulat menghargai resepsi pernikahan putra pak hargi.
Sangat menghormati atasan
Mia menunjukan bahwa Bu Kus tetap menghormati Pak Gi, biarpun zaman sudah berubah”
“Pak Hargi adalah atasan saya yang saya hormti.”
Sederhana
 walaupun saya cumin bekerja di dapur umum, tetap saya merasa bahagia dan berbangga bisa ikut berjuang bersama Pak Gi.”
2.
Wawuk
Sangat hormat kepada ibunya.
Bukan begitu, Bu. Kalau kita tahu persis kan bisa jemput Ibu di stasiun.”
“Saya tidak mau merepotkan. Lagi pula saya sudah keburu takut bakal ketinggalan resepsi mantunya Pak Gi. Salahmu juga, tanggal persisnya tidak kamu sebut di surat."
3.
Pak Hargi
Berwibawa
“Pak Gi sempat mengerutkan keningnya, tapi kemudian cepat menguasai keadaan, mengesankan ia sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini. “Ooo… ya, ya. Terimakasi. Lho.”
4.
Totok
Patuh
“baik bu, saya akan lakukan itu”
5.
Putra pak Hargi
Sombong
“kunci mobil ada nggak?”
“Bi-em double-yu, lho!”
“Ai, gilaaa!!! Kunci rumah?”
“Ada deh..”

3. Setting:
No.
Tempat
Bukti Kalimat
1.
Rumah Bu Kustinah
“Lewat tengah hari, selesai makan siang, Bu Kus sudah tak betah lagi tinggal di rumah.
2.
Stasiun Kereta Api
Eluit kereta api mengagetkan Bu Kus. Ia langsung berdiri dan tergopoh-gopoh naik ke atas gerbong.”
3.
Di dapur
“mendadak terdengar panic jatuh. Wawuk bergegas ke dapur. Perasaan wawuk makin bergolak melihat ibunya sibuk memasak. 
4.
Ruang resepsi hotel sahid jaya
“penjagaan ketat mewaenai ruang resepsi hotel sahid jaya. Di halaman bertebaran petugas security, lengkap mengenakan setelah jas hitam dan handy-talky di tangan. 
5.
Di rumuhan pengantin baru
“Seminggu kemudian, di rumuhan pengantin baru, di kamar penyimpanan kado.

No.
Waktu
Suasana
1.
Lewat tengah hari
“Lewat tengah hari, selesai makan siang, Bu Kus sudah tak betah lagi tinggal di rumah. 
2.
Siang hari
Belum pukul tiga Bu Kus sudah duduk du peron stasiun, padahal kereta ekonomi jurusan Jakarta Baru berangkat pukul enam sore nanti.
3.
Tengah malam
“Tengah malam giliran Wawuk yang tak bisa tidur. Dalam dirinya berkencamuk berbagai perasaan yang tidak keruan. Ingin sekali ia melarang ibunya dating tapi sungguh tidak ada alasan untuk itu.
4.
Malam hari
“Selamat malam, Bu.”
“Selamat Malam, Selamat malam.”
“Bu Kus menyerahkan kadonya pada petugas yang cantik-cantik itu”






No.
Suasana
Bukti kalimat
1.
Senang
“Makasih ya Fan” ujarnya sambil memeluk tubuhku setelah cukup dekat denganku.
2.
Mencengkam
“Fan” sapanya sambil tersenyum.
Aku menjadi sangat gugup karena gadis cantik itu berjalan menghampiriku.
3.
Mengharukan
“Aku juga sayang sama kamu Fan” Bunga berbisik tepat di telingaku dan mempererat pelukanya padaku. Semuanya terasa seperti mimpi bagiku.
4. Sudut Pandang: Orang pertama

D. Cerpen Juru Masak
1. Struktur teks
STRUKTUR TEKS
ISI CERPEN
ORIENTASI
Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki itu. Gulai Kambing akan terasa hambar lantaran racikan bumbu tak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai Rebung bakal encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu masakan kekurangan santan. Akibatnya, berseraklah gunjing dan cela yang mesti ditanggung tuan rumah, bukan karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena pelaminan tempat bersandingnya pasangan pengantin tak sedap dipandang mata, tapi karena macam-macam hidangan yang tersuguh tak menggugah selera. Nasi banyak gulai melimpah, tapi helat tak bikin kenyang. Ini celakanya bila Makaji, juru masak handal itu tak dilibatkan.
Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tak berjalan mulus, bahkan hampir saja batal. Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama kenduri berlangsung akan dipercayakan pada Makaji, juru masak nomor satu di Lareh Panjang ini. Tapi, di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan masakan Makaji. Mana mungkin keluarga calon besan itu bisa dibohongi? Lidah mereka sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.
“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.
“Apa susahnya mendatangkan Makaji?”
“Percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.”
Begitulah pentingnya Makaji. Tanpa campur tangannya, kenduri terasa hambar, sehambar Gulai Kambing dan Gulai Rebung karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki itu. Sejak dulu, Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang. Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.
KOMPLIKASI
“Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini, bagaimana kalau tanggungjawab itu dibebankan pada yang lebih muda?” saran Azrial, putra sulung Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu.
“Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti,”
“Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,” balas Makaji waktu itu.
“Kalau memang masih ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu Rumah Makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah,”
Sejenak Makaji diam mendengar tawaran Azrial. Tabiat orangtua selalu begitu, walau terasa semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji memang sudah lama menunggu ajakan seperti itu. Orangtua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua? Dan kini, gayung telah bersambut, sekali saja ia mengangguk, Azrial segera memboyongnya ke rantau, Makaji tetap akan punya kesibukan di Jakarta, ia akan jadi juru masak di Rumah Makan milik anaknya sendiri.
“Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi!”
“Kenduri siapa?” tanya Azrial.
“Mangkudun. Anak gadisnya baru saja dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu kalau tiba-tiba dibatalkan,”
Merah padam muka Azrial mendengar nama itu. Siapa lagi anak gadis Mangkudun kalau bukan Renggogeni, perempuan masa lalunya. Musabab hengkangnya ia dari Lareh Panjang tidak lain adalah Renggogeni, anak perempuan tunggal babeleng itu. Siapa pula yang tak kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang, ia dijuluki tuan tanah, hampir sepertiga wilayah kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu.
Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat. Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak Mangkudun, dan tak lama berselang berita ini berdengung juga di kuping Azrial.
“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh,”
“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”
“Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?”
“Jatuh martabat keluarga kita bila laki-laki itu jadi suamimu. Paham kau?”
Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan. Tapi tidak patut rasanya Mangkudun memandangnya dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya tukang cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat, adik-adiknya sudah terbang-hambur pula ke negeri orang. Meski hidup Azrial sudah berada, tapi ia masih saja membujang. Banyak yang ingin mengambilnya jadi menantu, tapi tak seorang perempuan pun yang mampu luluhkan hatinya. Mungkin Azrial masih sulit melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan itu.
Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke langit, pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan sesepuh adat Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan orang berpengaruh seperti Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para tetua kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan mempelai pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang itu. Maklumlah, menantu Mangkudun bukan orang kebanyakan, tapi perwira muda kepolisian yang baru dua tahun bertugas, anak bungsu pensiunan tentara, orang disegani di kampung sebelah. Kabarnya, Mangkudun sudah banyak membantu laki-laki itu, sejak dari sebelum ia lulus di akademi kepolisian hingga resmi jadi perwira muda. Ada yang bergunjing, perjodohan itu terjadi karena keluarga pengantin pria hendak membalas jasa yang dilakukan Mangkudun di masa lalu. Aih, perkawinan atas dasar hutang budi.
Mangkudun benar-benar menepati janji pada Renggogeni, bahwa ia akan carikan jodoh yang sepadan dengan anak gadisnya itu, yang jauh lebih bermartabat. Tengoklah, Renggogeni kini tengah bersanding dengan Yusnaldi, perwira muda polisi yang bila tidak ‘macam-macam’ tentu karirnya lekas menanjak. Duh, betapa beruntungnya keluarga besar Mangkudun. Tapi, pesta yang digelar dengan menyembelih tiga ekor kerbau jantan dan tujuh ekor kambing itu tak begitu ramai dikunjungi. Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama, sekedar menyaksikan benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan kenduri, setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.
“Gulai Kambingnya tak ada rasa,” bisik seorang tamu.
“Kuah Gulai Rebungnya encer seperti kuah sayur Toge. Kembung perut kami dibuatnya,”
“Dagingnya keras, tidak kempuh. Bisa rontok gigi awak dibuatnya,”

“Masakannya tak mengeyangkan, tak mengundang selera.”
“Pasti juru masaknya bukan Makaji!”
Makin ke ujung, kenduri makin sepi. Rombongan pengantar mempelai pria diam-diam juga kecewa pada tuan rumah, karena mereka hanya dijamu dengan menu masakan yang asal-asalan, kurang bumbu, kuah encer dan daging yang tak kempuh. Padahal mereka bersemangat datang karena pesta perkawinan di Lareh Panjang punya keistimewaan tersendiri, dan keistimewaan itu ada pada rasa masakan hasil olah tangan juru masak nomor satu. Siapa lagi kalau bukan Makaji?
“Kenapa Makaji tidak turun tangan dalam kenduri sepenting ini?” begitu mereka bertanya-tanya.
“Sia-sia saja kenduri ini bila bukan Makaji yang meracik bumbu,”
“Ah, menyesal kami datang ke pesta ini!”
RESOLUSI
Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta, mungkin tak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh Panjang telah kehilangan juru masak handal yang pernah ada di kampung itu. Kabar kepergian Makaji sampai juga ke telinga pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu dapat membayangkan betapa terpiuh-piuhnya perasaan Azrial setelah mendengar kabar kekasih pujaannya telah dipersunting lelaki lain.
KODA
Amanat yang terkandung dalam cerpen Juru masak adalah sebagai berikut:
      -Jangan suka memandang orang lain dari status sosialnya.
-  -Jika kita s--suka menolong oranglain tanpa memandang siapapun orang itu, maka oranglain juga akan senang dengan kita.
b.     - Pantang menyerah dalam menjalani hidup. Segala sesuatu yang kita alami pasti ada hikmahnya, dengan bekerja keras kita akan menjadi sukses.
c.      - Kesombongan hanya akan membawa kita pada penderitaan.  
d.     - Memaksakan keinginan tanpa memikirkan perasaan orang lain hanya akan menimbulkan penyesalan.
e.      -Tepatilah janji, karena janji adalah hutang.
f.        -Sesuatu yang terjadi akan ada hikmahnya.

2. Tokoh dan sifat tokoh:
a.      Makaji :
·        Baik hati : (Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta)
·        Pekerja keras : (Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.)
·        Bertanggung jawab : (“Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,” balas Makaji waktu itu.)
·        Tidak sombong : (tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang) 

b.      Azrial :
·           Baik :
·           Jujur :
·           Ulet : rela ia meranatu ke negeri orang untuk memendam lukanya (lamarannya ditolak) dan kemiskinan, namun karena keuletannya ia menjadi orang terkaya yang sukses di negeri rantau. Ia sama-sama berlatar belakang budaya Minang, kampung Lerah Panjang.
c.       Mangkudun:
·        Sombong : (“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak Mangkudun)
·        Keras kepala : (“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”)
d.      Ranggogeni:
·        Baik hati : (“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh.Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?”)
·        Sabar : karena mau dijodohkan dengan pilihan ayahnya tanpa Ia mencintai orang itu.
·        Pandai : (Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat.)
e.      Sutan Basabatuah
·        Angkuh : (“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.)

3. Setting:
Tempat:
a.      Lareh panjang (sungguh mengesankan kalau aku di Lareh Panjang ini)
b.      Rumah Makaji (setelah itu kami ke rumah Makaji untuk menanyakan sesuatu)
c.       Jakarta(saat itu aku mash tinggal di Jakarta)
d.      Rumah makan di Jakarta
e.      Perkawinan Gentasari dan Rustamadji

Waktu:
a.      Beberapa tahun lalu hari pertama perhelatan  : (Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari)
b.      Ketika keluarga mempelai pria tiba : (di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba)
c.       Kini : (Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan.)
d.      Sejak dulu : (Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu)
e.      Sejak ibunya meninggal : (sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat)
f.        Setelah itu : (setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.)
g.      Dua hari sebelum kenduri berlangsung : (Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji)

suasana:
3.      Suasana
a.      Kecewa : (Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama kenduri berlangsung akan dipercayakan pada Makaji,)
b.      Bingung : (ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan masakan Makaji)
c.       Kesal : (“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.)
d.      Sedih: (dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati.)
e.      Bangga : (Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan)
f.        Semarak : (Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak)
g.      Menyesal : (“Ah, menyesal kami datang ke pesta ini!”)
4. Sudut Pandang: Orang ketiga













E. Cerpen Hujan,Musik, dan Kenangan
1. Struktur teks
STRUKTUR TEKS
ISI CERPEN
ORIENTASI
Berbulan-bulan sudah aku menanti panggilan kerja. Hari-hariku terasa seperti penuh kebingungan dan tanpa arah. Bahkan, kerjaanku hanya luntang luntung tak karuan di rumah. Mengalami kebingungan harus melakukan apa. Ingin memulai usaha namun tak punya modal.
KOMPLIKASI
Pada suatu hari, aku berniat untuk berjumpa dengan sahabt untuk menceritakan masalahku ini. Ketika sedang berada di jalan menuju rumah sahabatku, tepatnya di bagian samping jalan ujung dari tortoar, aku melihat sebuah dompet berwarna cokelat.
Aku mengambil dompet tersebut kemudian akupun membuka dan melihat isinya. Di dalam dompet tersebut ada SIM, KTP, beberapa surat penting, tabungan yang isinya sangat banyak dan sebuah kartu kredit. Dalam fikiran sempat muncul keinginan untuk menggunakan isi dari dompet tersebut.
Namun aku berubah fikiran dan berfikir harus mengembalikan dompet tersebut kepada yang memiliki. Selang beberapa saat sesudah aku pulang dari rumah sahabatku, akupun mengembalikan dompet tersebut. Mencoba mencari alamat pemilik yang ada di KTP.
“Permisi pak, apakah benar ini alamat pak Herman?” Tanyaku
“Iya benar, Anda siapa?” Tanya seorang tukang kebun
 “Saya Andi, ingin bertemu dengan bapak Herman. Ada urusan yang sangat penting.”Kebetulan pak Herman ada di rumah dan aku diminta untuk masuk ke dalam rumah. Kemudian duduk di dekat beliau sembari menyerahkan dompet yang tadinya aku temukan.
RESOLUSI
“Kamu tinggal dimana Nak? Terus kerja dimana?” Tanya pak Herman dengan sangat penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka Pak. Kebetulan saya masih menganggur dan menunggu panggilan kerja. Namun sudah beberapa bulan belum ada panggilan.” Tambahku
“Kamu sarjana apa?” Tanyanya
“Ekonomi Managemen pak”
“Baiklah nak. Di perusahaan saya sedang membutuhkan staff administrasi. Jika kamu tertarik silahkan besok mengunjungi kantor saya jam 9 pagi. Ini kartu nama saya.” Sambung pak Herman.
“Sungguh Pak?” Tanyaku penasaran.
“Iya Nak. Saya sangat memerlukan karyawan yang jujur dan penuh dedikasi sepertimu”
“Terima kasih pak.”
Aku seolah tidak percaya dan yakin bahwa ini merupakan keajaiban.
KODA
Amanat yang terkandung dalam cerpen Menemukan dompet adalah Kejujuran merupakan suatu sifat yang sangat mulia dan orang yang jujur akan memperoleh balasan tersendiri.







2. Tokoh dan sifat tokoh:
No.
Tokoh
Sifat Tokoh
Bukti Kalimat
1.
Andi
Bingung
Mengalami kebingungan harus melakukan apa. Ingin memulai usaha namun tak punya modal.
Jujur
Dan berfikir harus mengembalikan dompet tersebut kepada yang memiliki.
Penuh dedikasi
“Saya Andi, ingin bertemu dengan bapak Herman. Ada urusan yang sangat penting.”
2.
Pak Herman
Baik hati
Di perusahaan saya sedang membutuhkan staff administrasi. Jika kamu tertarik silahkan besok mengunjungi kantor saya jam 9 pagi.

3. Setting:
No.
Tempat
Bukti Kalimat
1.
Di rumah
Kerjaanku hanya luntang luntung tak karuan di rumah.
2.
Di jalan
Ketika sedang berada di jalan menuju rumah sahabatku,
3.
Di tortoar
tepatnya di bagian samping jalan ujung dari tortoar, aku melihat sebuah dompet berwarna cokelat.
4.
Di dalam dompet
Di dalam dompet tersebut ada SIM, KTP, beberapa surat penting,
5.
Di dalam rumah
pak Herman ada di rumah dan aku diminta untuk masuk ke dalam rumah.
6.
Di dekat beliau
Kemudian duduk di dekat beliau sembari menyerahkan dompet yang tadinya aku temukan.
7.
Di kompleks Asri Cempaka
Di kompleks Asri Cempaka pak
8.
Di perusahaan
Di perusahaan saya sedang membutuhkan staff

No.
Waktu
Suasana
1.
Berbulan bulan
Berbulan-bulan sudah aku menanti panggilan kerja.
2.
Suatu  hari
Pada suatu hari, aku berniat untuk berjumpa dengan sahabt untuk menceritakan masalahku ini.
3.
Beberapa saat
Selang beberapa saat sesudah aku pulang dari rumah sahabatku,

No.
Suasana
Bukti kalimat
1.
Susah
Hari-hariku terasa seperti penuh kebingungan dan tanpa arah. Bahkan, kerjaanku hanya luntang luntung tak karuan di rumah. Mengalami kebingungan harus melakukan apa. Ingin memulai usaha namun tak punya modal.
2.
Menegangkan
Ketika sedang berada di jalan menuju rumah sahabatku, tepatnya di bagian samping jalan ujung dari tortoar, aku melihat sebuah dompet berwarna cokelat.
3.
Senang
Iya Nak. Saya sangat memerlukan karyawan yang jujur dan penuh dedikasi sepertimu”
“Terima kasih pak.”
 Aku seolah tidak percaya dan yakin bahwa ini merupakan keajaiban.
4. Sudut Pandang: Orang pertama













4. Kelebihan Dan Kekurangan Buku
A. Kelebihan Buku
Dari Segi Fisik
1. Kertas yang digunakan kertas HVS
2. Tulisan nya jelas dan merupakan buku standar nasional
3. Alur ceritanya runtut
 Dari segi isi:
1. Cerpen ini sangat memotivasi bagi para pembaca yang membacanya
2. Bahasa yang digunakan tidak terbelit-belit.

B. Kekurangan Buku
Dari segi Fisik:
1. Buku ini tidak merupakan buku lama yaitu dengan buatan tahun 92 oleh karena itu gambar di dalamnya tidak jelas dan bewarna hitam putih saja.

Dari Segi Isi
1. Tidak terdapat gambar di dalam buku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar