LITERASI III
TEKS LAPORAN PENGEMBANGAN LITERASI
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
CALLVIN
TAHUN AJARAN 2019/2020
SMP N 2 PRAMBANAN
1. Identifikasi Data Buku
Judul : Kado Istimewa
Penulis :
Penerbit : Kompas
Th. Terbit : 1992
Kota terbit : Jakarta
Jumlah hal. : 170
Ukuran Buku : 20,2 x14,5
ISBN : 979-9251-52-4
2. Identifikasi Sampul
A. Sampul Depan
Sampul depan bewarna abu-abu bergradasi
putih dengan dibawah terdapat nama penerbit, di bawahnya lagi terdapat gambar
penulis dengan cirri di tahun 92 serta
di kanan atas terdapat larangan penerbit akan bukunya.
B. Sampul belakang
Sampul belakang berwarna hitam dengan di
tengahnya terdapat nama nama penulis cerpen di buku, dengan di bawahnya
terdapat kata-kata bijak oleh Subagio S dan Nirwan Dewanto, di kiri bawah
terdapat nama penerbit, di kanan bawah terdapat nomor ISBN serta barcode.
3. Resensi buku
A. Cerpen Antara Aku Dan Dua Dimensi
1. Struktur teks cerpen
STRUKTUR TEKS
|
ISI CERPEN
|
ORIENTASI
|
Angin
berhembus sembari berjalan melalui celah-celah gedung perkantoran di kotaku.
Sejuknya angin dan cerahnya mentari membangunkanku dengan lembutnya. Suara
kendaraan yang mulai berlalu lalang di depan rumahku seakan-akan memaksaku
untuk segera memulai cerita pada hari ini.Dengan perlahan aku pun membuka
pintu kamar yang masih tertutup rapat. Saat aku membuka pintu, terlihat
sebuah figures dengan karakter Kakashi Hatake dan Minato Namikaze favoritku
berdiri tegak sambil mengeluarkan jutsu dan mengenakan jubah hokage yang
terkesan gagah. Namun aku hanya bisa termenung dan membayangkan bila mereka
hidup di dunia nyata.Harumnya pancake durian buatan bunda berhasil
membuyarkan lamunanku. Akhirnya aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu
sebelum sarapan. Seusai mandi aku pun segera berlari menuruni 21 anak tangga
dan segera duduk di meja makan.
“Pancake
durian! Sedapnya!” Gumamku
Bunda
melirikku, “Kalau begitu, cepat habiskan makanannya dan bergegas pergi ke
sekolah sebelum terlambat.”
“Oke.”
|
KOMPLIKASI
|
Kebetulan
sekolah dibubarkan lebih awal dikarenakan ada rapat orangtua siswa baru. Saat
sedang berjalan menuju rumah, aku melihat sekelompok orang menggunakan kostum
tokoh-tokoh di film seri Naruto Shippuden seperti Gaara, Rin, Obito, Kakashi,
Naruto, Sasuke, Sarada, Boruto, Mei Terumi, dan yang lainnya. Sebagai fans
berat, aku sudah tahu bahwa para cosplayer itu akan dipertunjukkan di theater
taman kota pada pukul 07.00 petang.
Benar saja, setelah menunggu selama 30 menit
aku melihat sosok cosplayer yang tadi siang aku lihat di jalan. Dengan
girangnya aku langsung menghampiri mereka tanpa rasa malu untuk meminta foto
bersama dan tanda tangannya.
|
RESOLUSI
|
Karena
keberanianku, aku diberi sebuah gift yang berisi jubah akatsuki yang selama
ini aku idamkan. Aku pun mengucapkan rasa terima kasihku pada mereka dan
bergegas pulang untuk belajar.“Terima kasih karakter 2 dimensi yang telah
membuat hariku berwarna. Kalian memang sebagian dari hidupku!” Gumamku sambil
tersenyum
|
KODA
|
Kita seharusnya tidak mengharapkan
sesuatu jika sesuatu itu mustahil karena dunia hanya ada satu yaitu dunia
kita oleh karena itu kita harus menyadarinya.
|
2. Tokoh dan sifat tokoh:
No.
|
Tokoh
|
Sifat Tokoh
|
Bukti Kalimat
|
1.
|
Aku
|
Suka Berimajinasi
|
Namun aku
hanya bisa termenung dan membayangkan bila mereka hidup di dunia nyata.
|
Pemberani
|
Karena
keberanianku, aku di beri sebuah gift….
|
||
2.
|
Bunda
|
Perhatian
|
Kata
bunda:”Cepat habiskan makanannya dan bergegas pergi ke sekolah sebelum
terlambat
|
3.
|
Cosplayer
|
Ramah
|
…Aku diberi sebuah gift yang berisi jubah akatsuki
yang selama ini aku idamkan/…meminta foto bersama dan tanda tangannya
|
3.Setting:
No.
|
Tempat
|
Bukti Kalimat
|
1.
|
Di kota
|
Angin berhembus sembari berjalan melalui
celah-celah gedung perkantoran di
kotaku.
|
2.
|
Di depan rumah
|
Suara kendaraan yang mulai berlalu lalang di depan rumahku…
|
3.
|
Di kamar
|
Dengan perlahan aku pun membuka pintu kamar yang masih tertutup rapat.
|
4.
|
Di dunia nyata
|
Namun aku hanya bisa termenung dan
membayangkan bila mereka hidup di
dunia nyata.
|
5.
|
Di meja makan
|
Seusai mandi aku pun segera berlari menuruni 21
anak tangga dan segera duduk di meja
makan.
|
6.
|
Ke sekolah
|
cepat habiskan makanannya dan bergegas pergi ke
sekolah.
|
7.
|
Di theater taman kota
|
para cosplayer itu akan dipertunjukkan di theater taman kota pada pukul
07.00 petang.
|
8.
|
Di jalan.
|
aku melihat sosok cosplayer yang tadi siang aku
lihat di jalan.
|
No.
|
Waktu
|
Suasana
|
1.
|
Pukul 07.00 petang
|
di theater taman kota pada pukul 07.00 petang.
|
2.
|
Tadi siang
|
sosok cosplayer yang tadi siang aku lihat di jalan.
|
3.
|
30 menit kemudian
|
setelah
menunggu selama 30 menit kemudian
aku melihat sosok cosplayer
|
No.
|
Suasana
|
Bukti kalimat
|
1.
|
Senang
|
yang berisi jubah akatsuki
yang selama ini aku idamkan
|
2.
|
Terheran-heran
|
aku melihat sekelompok
orang menggunakan kostum tokoh-tokoh di film seri Naruto Shippuden seperti
Gaara, Rin, Obito, Kakashi, Naruto, Sasuke, Sarada, Boruto
|
3.
|
Senang
|
sekolah dibubarkan lebih
awal dikarenakan ada rapat orangtua siswa baru.
|
4. Sudut Pandang: Orang pertama
B. Cerpen Matinya Seorang Demonstran:
1. Struktur teks
STRUKTUR TEKS
|
ISI CERPEN
|
ORIENTASI
|
Ratih
kemudian tahu, Eka seorang penulis. Mungkin itu sebabnya dia cenderung
penyendiri. ”Aku kurang flamboyan sebagai aktivis,” katanya tertawa. Dia tak
suka tampil berorasi di mimbar. Mungkin sadar, suara cemprengnya tak akan
membuat terpesona para demonstran. ”Dalam perjuangan, ada yang menggerakkan,
ada yang memikirkan. Aku memilih yang kedua,” katanya. ”Mimbar dan panggung
itu godaan. Banyak yang tampil di mimbar hanya ingin mendapatkan sebanyak
mungkin tepuk tangan. Begitu turun panggung, mereka lupa dengan apa yang
mereka katakan.”Ratih ingat ketika Eka mengantar pulang setelah menonton
pertunjukan teater di Auditorium Fakultas Filsafat. Eka yang menulis
naskahnya. Ratih yakin, saat itu Eka mengajaknya nonton karena dia pingin
pamer naskah yang dia ditulis. Naskah yang menurut Ratih terlalu sok
filosofis: bagaimana seseorang mesti berani meneguk racun untuk membela
pemikiran yang diyakininya. Penulisnya seperti hanya ingin menunjukkan bahwa
ia adalah mahasiswa filsafat yang merasa lebih hebat dari Socrates yang
dipujanya. ”Lakon yang kamu tulis itu membuktikan kamu memandang hidup ini
getir. Makanya selalu sinis.”
”Sinis bagaimana?”
”Ya, hampir semua hal kamu tanggapi dengan
nyinyir…”
”Jangan salah,” Eka menatapnya tajam. ”Kamu
harus membedakan antara filsuf dan orang biasa. Kalau orang biasa sinis, akan
dianggap nyinyir. Tapi kalau filsuf sinis, itu disebut kritis.”
”Gundulmu, Ka!!Eka tertawa dan memeluk
pundaknya. Entah kenapa, saat itu ia tak mencoba mengelak.
|
KOMPLIKASI
|
Ratih
sering bertanya pada dirinya sendiri, kenapa ia bisa menyukai dua laki-laki
itu? Mungkin karena bersama Arman ia menikmati hidup. Sementara dengan Eka ia
merasa ada sesuatu yang mesti diperjuangkan dalam hidup.Di bulan-bulan penuh
demonstrasi menjelang reformasi, ia sering mencemaskan Eka. Aparat semakin
keras dan represif menghadapi para mahasiswa yang turun ke jalan menuntut
Soeharto mundur. Berkali-kali terjadi bentrokan dan aparat tak hanya
menembakkan gas air mata. Lima mahasiswa terluka tertembak peluru karet,
dalam satu bentrokan di bundaran kampus. Seorang mahasiswa yang sedang
memotret dihajar puluhan aparat, tubuhnya yang sudah terkapar terus
ditendang, kameranya diinjak-ijak. Tubuh mahasiswa yang sudah berdarah-darah
itu diseret lebih dari 100 meter di aspal jalan yang panas sambil terus
ditendangi dan dipukuli dengan pentungan.Sementara usai demonstrasi menutup
jalan pertigaan depan kampus IAIN Sunan Kalijaga, delapan kawan mahasiswa
diciduk aparat. Kabarnya mereka disekap di Kodim. Beberapa aktivis segera
berkumpul di rumah kontrakan di Gang Rode yang sering dijadikan tempat
pertemuan–”rapat gelap” istilah mereka–dalam suasana penuh kecurigaan.
Beberapa orang dianggap sebagai intel militer yang disusupkan. Eka
mengajaknya ke pertemuan itu. Daulay, Ata, Toriq, Maria, Seno, Budiman,
Semendawai, Afnan, Damai, Leyla, Rizal, Rahzen, dan beberapa yang hadir tak
bisa menyembunyikan ketegangannya, bicara dengan nada tinggi, membentak dan
saling tuding.
”Secepatnya kita harus melakukan lobby untuk
membebaskan kawan-kawan kita.”
”Biar intel militer kayak kamu yang
urus!”Seseorang menggebrak meja. Ratih tak melihat jelas siapa. Ia agak
sembunyi di belakang Eka.
”Ada yang sudah dapat kabar keadaan
mereka?””Tenang,” kata Eka. ”Penjara, akan membuktikan tangguh tidaknya
mereka. Lagi pula, penjara justru meningkatkan martabat para pembangkang.”
Penjara. Sering Ratih merasa ngeri setiap
membayangkan pada akhirnya Eka akan mengalaminya. Sanggupkah tubuh Eka yang
kurus menahan siksaan disetrum, dibaringkan di atas balok es semalaman,
dijepit jempolnya dengan tang atau digampar popor senapan? Eka memeluknya
ketika Ratih mengungkapkan kecemasannya. Malam itu pertama kali Ratih
menginap di kamar kost Eka. ”Kekuatan manusia bukan pada tubuhnya, tapi
jiwanya,” kata Eka. ”Kau sudah baca novel Jalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis?
Pada akhirnya bukan Hazil yang muda, bersemangat, dan tampak kuat yang mampu
bertahan oleh siksaan. Tapi Guru Isa yang tua, kelihatan lemah dan impotent.”
Malam itu Ratih merasakan badan Eka hangat dan gemetar. Eka tak bisa
menyembunyikan kegugupan ketika mulai menciuminya. Ratih tahu, itu bukan
kegugupan laki-laki yang baru tidur pertama kali dengan perempuan.
Demonstrasi nyaris terjadi setiap hari. Ia sering bersama Eka malam-malam
keluar masuk gang-gang menyebarkan selebaran. Seperti gerilyawan kota, kata
Eka. Sementara Arman mulai terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.
”Jangan dikira aku tak tahu hubunganmu dengan Eka,” katanya. ”Persetan dengan
politik! Tapi pada akhirnya aku yakin, kamu akan memilih aku. Terlalu
beresiko kamu hidup dengan Eka. Pertama, kamu akan menderita. Kedua, kamu
cepat jadi janda. Eka pasti akan mati diculik atau diracun. Karna begitulah
nasib aktivis.”Bila Ratih semakin cemas, itu bukan karna ucapan Arman, tapi
rasanya memang ada yang tak akan pernah mungkin mampu ditanggungnya bila ia
terus dekat Eka. Ibu pun sudah mulai tak suka setiap kali Eka datang ke
rumah. Berita-berita demonstrasi di televisi membuat ibu melarangnya pergi.
Ia tak menyalahkan.. Truk-truk yang mengangkut pasukan terus menderu
melintas, suaranya terdengar dari rumah Ratih. Serentetan suara senapan dan
ledakan sesekali menggelegar. Suasana mencekam bahkan terasa hingga ke dalam
rumahnya. Beberapa demonstran beberapa kali terlihat berlarian masuk ke dalam
gang samping. Aparat menggedor-gedor pintu, mencari mahasiswa yang sembunyi
di dalam rumah penduduk. Saat itulah Ratih mendengar pintu diketuk. Ibu
terlihat pucat. Hati-hati ia mengintip dari celah korden, ternyata Arman. Dia
buru-buru masuk dengan gugup. Dia bercerita kalau dirinya terjebak di
tengah-tengah kerusuhan ketika menuju ke mari. Di jalan ada dua panser yang
memblokade jalan. Mobilnya digebrak-gebrak dan diancam hendak dibakar. Mobil
ia tinggalkan, dan segera berlari menyelamatkan diri. Ibu memberinya segelas
air putih. Tangan Arman gemetaran memegangi gelas. Baru tengah malam
bentrokan mereda. Karena merasa sudah aman, Arman pamit pada ibu untuk
melihat mobilnya sekalian mau beli rokok. Ada dua hal yang tak gampang
diduga: nasib dan politik. Esok siangnya Ratih mendengar kabar yang tak
pernah dibayangkan.
|
RESOLUSI
|
Arman
mati tertembak peluru nyasar, ketika bentrokan kembali memanas di jalan itu
dan aparat dengan serampangan melepaskan tembakan. Ratih juga tak lagi
bertemu Eka setelah bentrokan yang terus berlangsung hingga subuh itu. Tak
ada yang tahu ke mana Eka. Kawan-kawannya yakin Eka diculik, dan tak jelas
nasibnya.Begitu lulus kuliah, Ratih memilih pergi dari kota ini. Berusaha
melupakan ingatan pahit itu. Hanya pulang sesekali untuk menengok ibunya. Dan
setiap kali pulang, mau tak mau ia pasti melewati jalan ini, dan kenangan itu
selalu muncul kembali.
Dulu ia
mengenal jalan ini sebagai Jalan Sutowijayan. Kini bernama Jalan Munarman. Pecundang
memang sering kali lebih beruntung.
|
KODA
|
Amanat yang terkandung
dalam cerpen Matinya Seorang Demonstran adalah sebagai berikut:
1. Janganlah keluar rumah
apabila sedang ada kekacauan
2. Jangan menilai orang
hanya dari satu sisi saja
3. Hiduplah sederhana dan
syukurilah hidup yang engkau berikan
4. Jangan hidup bermewahan
sebab itu yang akan membuatmu merasa sombong
5. Saling membantu dalam
kesusahan
|
2. Tokoh dan sifat tokoh:
No.
|
Tokoh
|
Sifat Tokoh
|
Bukti Kalimat
|
1.
|
Ratih
|
Perhatian
|
Ratih
sering bertanya pada dirinya sendiri, kenapa ia bisa menyukai dua laki-laki
itu? Mungkin karena bersama Arman ia menikmati hidup.
|
Peyakin
|
Ratih
yakin, saat itu Eka mengajaknya nonton.
|
||
Tidak mudah lupa
|
Ratih
iangat ketika Eka mengantar pulang setelah pertunjukan teater.
|
||
|
|
Mudah terpengaruh
|
Ratih
semakin cemas, karena ucapan Arman yang seakan-akan merasuki jiwanya.
|
2.
|
Eka
|
Menghargai orang lain
|
Eka
begitu menghormati kemiskinan ayahnya.
|
Penyendiri
|
Ratih
kemudian tahu, Eka seorang penulis. Mungkin itu sebabnya dia cenderung
menyendiri.
|
||
Penggombal
|
Kalau
perempuan semanis kamu tidak punya pacar, pasti ada yang salah pada selera
semua laki-laki di dunia ini.
|
||
Sederhana
|
Eka
begitu menghormati kemiskinan ayahnya.
|
||
3.
|
Munarman (Arman)
|
Sombong
|
Arman
selalu pamer pangkat orangtuanya. ”Orang-orang seperti ayahkulah yang
memiliki negara ini.
|
Pemamer
|
Arman
selalu pamer pangkat orang tuanya.
|
||
4.
|
Ibu Ratih
|
Pencemas
|
Ibu
pun sudah mulai tak suka setiap kali Eka datang ke rumah. Berita-berita
demonstrasi di televise membuat ibu melarangnya pergi.
|
3. Setting:
No.
|
Tempat
|
Bukti Kalimat
|
1.
|
Di bundaran Kampus
|
Dalam satu bentrokan di bundaran kampus.
|
2.
|
Di Rumah Ratih
|
Ketika Eka datang ke rumah Ratih pertama kali.
|
3.
|
Di Jalan
|
Ratih tersenyum sambil membaca di jalan itu.
|
4.
|
Di Warung
|
|
5.
|
Di
Auditorium Fakultas Filsafat
|
Setelah menonton pertunjukan teater Di Auditorium Fakultas Filsafat.
|
6.
|
Di
jalan
|
Yang turun ke jalan menuntun Soeharto mundur.
|
7.
|
Di
jalan
|
Ketika bentrokan itu kembali memanas di jalan itu dan aparat.
|
8.
|
Di
depan kampus
|
Demonstrasi menutup jalan pertigaan di depan kampus IAIN Sunan Kalijaga.
|
9.
|
Di
kodim
|
Kabarnya, mereka disekap di kodim.
|
10.
|
Di
rumah kontrakan
|
Segera berkumpul di di rumah kontrakan.
|
11.
|
Di
gang Rode
|
Di gang Rode yang sering
dijadikan tempat pertemuan rapat gelap.
|
12.
|
Di
kamar kost Eka
|
Malam itu Ratih menginap di kamar kost Eka.
|
No.
|
Waktu
|
Suasana
|
1.
|
Malam Jumat
|
Yang tak ia lupa ialah Eka datang
kerumahnya pada malam Jumat
|
2.
|
Malam hari
|
Malam itu pertama kali Ratih
bermalam di rumah Eka
|
3.
|
Tengah malam
|
Baru tengah malam bentrokan mereda
|
4.
|
Malam-malam
|
Ia sering
bersama Eka malam-malam keluar
masuk gang-gang menyebarkan selembaran.
|
5.
|
Malam hari
|
Ratih sedang
makan malam dengan ibunya ketika
bentrokan itu terjadi.
|
6.
|
Selepas isya
|
Jauh dari
rumah terus berlangsung hingga selepas
isya.
|
7.
|
Esok siang
|
Esok siangnya Ratih mendengar kabar baik yang tak pernah di
bayangkan
|
8.
|
Subuh
|
Setelah
bentrokan yang terus terjadi hingga subuh
itu.
|
No.
|
Suasana
|
Bukti kalimat
|
1.
|
Menegangkan
|
Beberapa aktivitas di gang Rode yang
sering dijadikan tempat pertemuan rapat gelap istilah mereka dalam suasana
penuh kecurigaan.
|
2.
|
Menegangkan
|
Saat itulah Ratih memndengar pintu
diketuk. Ibu terlihat pucat. Hati-hati ia mengintip dari celah gorden,
ternyata Arman.
|
3.
|
Mencengkam
|
Serenten suara senapan dan ledakan
sesekali menggelegar. Suasana mencengkam bahkanterasa hingga ke dalam rumah.
|
4.Sudut Pandang: orang ketiga
C. Cerpen Kado istimewa
1. Struktur teks
STRUKTUR TEKS
|
ISI CERPEN
|
ORIENTASI
|
Pagi ini sangat
cerah seperti biasa aku bangun dan bergegas berangkat sekolah. Kenalkan aku
Fandy sekarang aku duduk di kelas IX MIPA. Pagi ini aku berangkat sekolah
dengan teman yang selalu setia mengantarku ke mana saja. Dia adalah sepeda
motor. Kendaraan pertama yang dibelikan ayah sebagai hadiah ulang tahunku.
Setiba di sekolah aku
pergi ke kantin untuk mengisi perut yang selalu ribut setiap pagi. selesai
makan aku menyusuri koridor menuju kelasku. Pikiranku melayang pada kejadian
beberapa bulan belakangan ini. Kedua orangtuaku ribut besar dan rumah tangga
orangtuaku diambang kehancuran. Kemudian aku merasakan seseorang menubruk
tubuhku dari depan yang berhasil membuyarkan lamunanku. Bajuku basah karena
minuman yang dibawa seseorang yang menubruk tubuhku barusan.
“Eh.. sorry, sorry”
Ujarnya sambil membersihkan bajuku yang basah dengan tangannya.
“Tidak apa-apa” Balasku sambil menatap wajah bersalahnya. “Tapi baju kamu jadi kotor begini gara-gara aku, aku mintak maaf ya tadi aku tak melihatmu karena aku jalan sambil mendengarkan earphone, sekali lagi aku mintak maaf ya.” Katanya lagi penuh penyelasan. “Tidak apa-apa aku juga bersalah, tadi aku jalan sambil melamun” Kataku “Kalau begitu aku akan membersihkan bajuku di toilet dulu”. Sambungku dan berlalu meninggalkanya, sebelum aku pergi dia sempat meminta maaf sekali lagi. Aku tidak ingin membersihkan bajuku ini, biarlah baju ini menjadi saksi bisu perbincanganku dengan gadis yang kupuja.
khir-akhir ini aku
sering menjadikan kertas dan pena sebagai teman. Tempat aku mencurahkan
segala isi hatiku dan mengembangkan menjadi cerita atau puisi terlebih
setelah retaknya rumah tangga orangtuaku.
“Fan hari ini ada
rapat pengurus mading, lo udah tau belum?” Tanya Meli saat aku baru sampai di
kelas.
“Oh ya, Kapan?” “Sekarang, barusan sarah telepon katanya disuruh kumpul di ruang OSIS” Jelas Sarah.
Akhirnya aku dan
Meli memutuskan untuk pergi bersama ke ruang osis. Semenjak aku hobi menulis
aku memutuskan bergabung menjadi pengurus mading untuk menyalurkan bakatku.
Rapat anggota
pengurus mading kali ini dalam rangka memperingati hari ulang tahun sekolah.
Mading akan menerbitkan artikel tentang berbagai persiapan dan kegiatan apa
saja yang akan ditampilkan pada hari ulang tahun sekolah nanti.
“Fan kamu akan mewawancarai dan meliput persiapan masing-masing ekskul” Kata Kak Arif selaku ketua pengurus mading. “Baik Kak” Jawabku yakin. Aku sangat senang bisa mengemban tanggung jawab ini karena salah seorang anak ekskul seni yang aku kagumi sejak lama. Aku sudah tidak sabar untuk memulai tugas ini.
Kegiatan pertama
yang aku liput persiapanya adalah ekskul keagamaan kemudian ekskul olahraga
dilanjutkan dengan pramuka dan paskibraka dan yang terakhir persiapan ekskul
seni. Inilah yang sangat aku tunggu-tunggu.
Aku berdiri mematung
di hadapanya, aku bingung harus memulai wawancara ini. Aku tidak tahu
bagaimana memulai wawancaranya.
Akhirnya tugasku pun
selesai, sekarang hanya tinggal menyusun hasil liputan dan wawancaraku
menjadi sebuah artikel untuk diterbitkan di mading. Aku merasa sangat senang
hari ini meskipun hanya tanya-jawab biasa saja.
Sepulang sekolah aku
langsung menuju kamar, maklumlah semenjak rumah tangga orangtuaku retak ayah
sudah tak tinggal di rumah ini. Aku hanya menjadikan kamar sebagai tempat
ternyaman. Pulang sekolah aku akan langsung menuju kamar dan hanya akan
keluar jika ada perlu saja jika tidak maka aku akan mengurung diri di kamar
seharian.
Setelah aku
mengganti pakaianku aku duduk di meja belajarku. Pikiranku kembali mengingat
kejadian tadi siang. Akhirnya aku mengetahui namanya, Bunga. Sesuai dengan
namanya dia adalah bunga di hati yang menambah warna di hidupku.
Siang itu ditemani oleh pena dan kertas aku menuangkan semua perasaanku pada Bunga dalam sebuah puisi.
Pagi ini seperti
biasa aku berangkat sekolah. Aku sengaja berangkat lebih awal pagi ini karena
hasil wawancaraku kemarin menghilang. Aku rasa kertas tersebut tertinggal di
ruang ekskul seni. Dan ternyata benar saja hasil wawancaraku kemarin
tertinggal di ruangan itu.
|
KOMPLIKASI
|
Saat aku kembali
menuju kelasku aku teringat akan puisi yang kemarin aku tulis sebagai
ungkapan isi hatiku pada Bunga. Aku membaca puisi itu sepanjang perjalanan
menuju kelasku sampai semua kertas di tanganku berhamburan ke lantai termasuk
puisiku karena seseorang menabrak tubuhku.
“Maaf, aku gak
sengaja.. Kamu?” ujarnya sambil memunguti kertas yang bertebaran di lantai.
Aku tertegun sejenak setelah mengetahui siapa yang menabrak tubuhku barusan. “Maafkan aku, aku tidak sengaja.” ujarnya lagi “tidak apa-apa” “Maaf ya, seharusnya aku tidak mendengarkan earphone sambil jalan hingga menabrakmu sampai dua kali” Sesalnya. “Tidak apa-apa kok” kataku “aku malah merasa senang” kataku dalam hati.
Setelah mengambil
kertas di tangan Bunga yang tadi dipungutinya aku pun berlalu meninggalkanya
bersama dengan rasa bersalahnya. Setelah aku menjauh kudengar dia memanggilku
namun aku tak menghiraukan panggilan itu, malah aku mempercepat langkahku
meninggalkan gadis cantik itu.
Aku terhenyak di
kursiku dan mengingat kembali kejadian tadi. Bagaimana mungkin seseorang yang
sangat mencintai musik seperti Bunga bisa bersatu denganku yang hanya
terfokus pada barisan kata yang rapi dan indah. Munkin kata dan nada memang
tak mungkin pernah bersatu.
“Fan ada yang nyari
tuh.” Aku tersadar mendengar suara itu.
“Siapa?” “Tuh” Tunjuknya ke arah jendela.
Kulihat seorang
gadis tengah duduk di sana tapi aku tak melihat wajahnya karena membelakangi
jendela. Aku segera menghampiri gadis itu. Aku sangat terkejut ternyata yang
mencariku adalah Bunga. Kulihat dia tersenyum saat aku menghampirinya.
“Kamu Fandy?” tanya Bunga Aku hanya mengangguk karena terlalu gugup berhadapan dengan Bunga. “Aku ke sini mau mintak maaf atas kejadian tadi, …” “Oh tidak masalah, lupakan saja” putusku sebelum dia menyelesaikan ucapanya. “Bukan bukan itu, sebenarnya aku mencarimu karena ingin mengembalikan ini.” ujarnya memperlihatkan sebuah kertas “ini puisimu kan?” tanyanya kemudian. Aku terkejut melihat puisiku berada di tangan Bunga. Aku merasa senang sekaligus malu, aku senang karena puisi yang kutulis untuk Bunga sekarang ada di tanganya dan aku merasa malu karena menghiraukan panggilanya tadi.
“Hei kenapa diam?
Apa benar ini puisimu?”
“I..iya” “Tadi setelah membaca puisimu aku jatuh cinta dengan kata-katanya, begitu indah seperti ungkapan perasaan seseorang.” Aku hanya diam menunggu kalimat berikutnya. “Kalau kamu tidak keberatan aku ingin menjadikan puisimu menjadi lirik lagu untuk kunyanyikan pada acara ulang tahun sekolah nanti” Deg!! Jantungku berdegup sangat kencang. Aku tak percaya Bunga akan menyanyikan puisi yang kuciptakan khusus untuknya. “Bagaimana, Kamu tidak keberatan kan?” “Oh tidak sama sekali, malahan aku merasa sangat terhormat kalau kamu bisa menyanyikan itu di acara ulang tahun sekolah nanti.”
Semenjak saat itu
aku dan Bunga sering betemu. Aku dan Bunga menjadi sahabat. Bunga sering
mengatakan bahwa dia menyukai karyaku, aku hanya membalas dengan mengatakan
bahwa aku juga mengagumi suara dan kemampuanya bermain musik.
Ternyata pemikiranku selama ini salah. Kata dan nada dapat diatukan bahkan mereka tidak dapat terpisahkan. Kata- kata yang indah jika diberikan nada yang bagus akan menjadi sebuah karya seni yang Wow.
Acara pun dimulai.
Berbagai aksi pun ditampilkan aku turut ambil bagian di dalamnya yaitu
membacakan sebuah puisi yang berupa ungkapan isi hatiku pada Bunga. Aku sudah
menyiapkanya sejak beberapa hari terakhir. Sudah berbagai aksi ditampilkan
kini giliran Bunga dan bandnya. Bunga berperan sebagai vokalis. Bunga tampak
anggun di atas panggung dan menyanyikan puisi yang kuciptakan khusus
untuknya. Aku merasa senang karena Bunga bisa menyanyikan perasaanku padanya
yang tak dapat kuungkapkan secara langsung.
|
RESOLUSI
|
Setelah penampilanya
Bunga menghampiriku.
“Fan” sapanya sambil tersenyum. Aku menjadi sangat gugup karena gadis cantik itu berjalan menghampiriku. “Makasih ya Fan” ujarnya sambil memeluk tubuhku setelah cukup dekat denganku. Aku sungguh tak percaya sekarang aku berada dalam pelukan gadis yang selama ini hanya bisa kuperhatikan dari kejauhan. Sungguh ini suatu keajaiban untuk diriku. Entah setan apakah yang telah memasuki tubuhku hingga aku membalas pelukan itu dan membisikkan sesuatu ke telinganya tanpa kusadari. “Bunga sebenarnya aku sayaang banget sama kamu, aku udah suka sama kamu saat pertama kali melihatmu.” aku sendiri bingung dari mana datangnya kata-kata itu hingga meluncur begitu saja dari mulutku. Aku menjadi sangat gugup dan takut Bunga akan marah dan menjauhiku atau bahkan lebih parah mungkin saja dia akan membenci diriku karena kebodohanku sendiri. Tubuhku terasa bergetar seperti sedang terjadi gempa besar di sini dan hanya aku sendiri yang merasakanya.
“Aku juga sayang
sama kamu Fan” Bunga berbisik tepat di telingaku dan mempererat pelukanya
padaku. Semuanya terasa seperti mimpi bagiku. Ternyata opiniku benar-benar
salah tentang kata dan nada, kata dan nada seperti aku dan bunga tidak dapat
dipisahkan itulah kenyataanya.
|
KODA
|
Amanat yang terkandung
dalam cerpen Kado Istimewa adalah sebagai berikut:
-kita harus
menghargaipemberian dari orang lain
-Bila kita
sukses janganlah kita sombong
-Jangan
mudah melupakan orang lain yang baik kepada kita
-menghormati pimpinan serta menjunjung tinggi nilai, sikap, etika, dan
sopan santun.
-menerapkan nilai yang terkandung di dalam
cerpen tersebut, mengenai etika bersopan santun, nuansa bertenggang rasa, dan
menghargai sesama makhluk sosial.
|
2. Tokoh dan sifat tokoh:
No.
|
Tokoh
|
Sifat Tokoh
|
Bukti Kalimat
|
|
1.
|
Bu kustiyah
|
Keras kepala
|
Tidak bisa tidak. Apa pun hambatannya. Berapa pun biayanya. Ini sudah
jadi niatnya sejak lama. Bahwa suatu saat nanti, kalau Pak Gi mau ataupun
ngunduh mantu, Bu Kustiyah akan datang untuk mengucapkan selamat.
|
|
Teguh pendirian
|
Bu Kustiyah bertekad bulat menghargai resepsi pernikahan putra pak
hargi.
|
|||
Sangat menghormati atasan
|
Mia menunjukan bahwa Bu Kus tetap menghormati Pak
Gi, biarpun zaman sudah berubah”
“Pak
Hargi adalah atasan saya yang saya hormti.”
|
|||
Sederhana
|
walaupun saya cumin bekerja di dapur umum, tetap saya merasa
bahagia dan berbangga bisa ikut berjuang bersama Pak Gi.”
|
|||
2.
|
Wawuk
|
Sangat hormat kepada ibunya.
|
Bukan begitu, Bu. Kalau kita
tahu persis kan bisa jemput Ibu di stasiun.”
“Saya tidak mau merepotkan.
Lagi pula saya sudah keburu takut bakal ketinggalan resepsi mantunya Pak Gi.
Salahmu juga, tanggal persisnya tidak kamu sebut di surat."
|
|
3.
|
Pak Hargi
|
Berwibawa
|
“Pak Gi sempat
mengerutkan keningnya, tapi kemudian cepat menguasai keadaan, mengesankan ia
sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini. “Ooo… ya, ya. Terimakasi.
Lho.”
|
|
4.
|
Totok
|
Patuh
|
“baik bu, saya akan lakukan itu”
|
|
5.
|
Putra pak
Hargi
|
Sombong
|
“kunci mobil ada nggak?”
“Bi-em double-yu, lho!”
“Ai, gilaaa!!! Kunci rumah?”
“Ada deh..”
|
|
3. Setting:
No.
|
Tempat
|
Bukti Kalimat
|
1.
|
Rumah Bu
Kustinah
|
“Lewat tengah hari, selesai makan siang, Bu Kus sudah tak betah lagi
tinggal di rumah.
|
2.
|
Stasiun
Kereta Api
|
Eluit kereta api mengagetkan Bu Kus. Ia langsung berdiri dan
tergopoh-gopoh naik ke atas gerbong.”
|
3.
|
Di dapur
|
“mendadak terdengar panic jatuh. Wawuk bergegas ke dapur. Perasaan
wawuk makin bergolak melihat ibunya sibuk memasak.
|
4.
|
Ruang resepsi hotel sahid jaya
|
“penjagaan ketat mewaenai ruang resepsi hotel sahid jaya. Di halaman
bertebaran petugas security, lengkap mengenakan setelah jas hitam dan
handy-talky di tangan.
|
5.
|
Di rumuhan pengantin baru
|
“Seminggu kemudian, di rumuhan pengantin baru, di kamar penyimpanan
kado.
|
No.
|
Waktu
|
Suasana
|
1.
|
Lewat tengah hari
|
“Lewat tengah hari, selesai makan siang, Bu Kus sudah tak betah lagi
tinggal di rumah.
|
2.
|
Siang hari
|
Belum pukul tiga Bu Kus sudah duduk du peron stasiun, padahal kereta
ekonomi jurusan Jakarta Baru berangkat pukul enam sore nanti.
|
3.
|
Tengah malam
|
“Tengah malam giliran Wawuk yang tak bisa tidur. Dalam dirinya
berkencamuk berbagai perasaan yang tidak keruan. Ingin sekali ia melarang
ibunya dating tapi sungguh tidak ada alasan untuk itu.
|
4.
|
Malam hari
|
“Selamat
malam, Bu.”
“Selamat
Malam, Selamat malam.”
“Bu
Kus menyerahkan kadonya pada petugas yang cantik-cantik itu”
|
No.
|
Suasana
|
Bukti kalimat
|
1.
|
Senang
|
“Makasih ya Fan” ujarnya sambil memeluk tubuhku
setelah cukup dekat denganku.
|
2.
|
Mencengkam
|
“Fan” sapanya sambil tersenyum.
Aku menjadi sangat gugup karena gadis cantik itu berjalan menghampiriku. |
3.
|
Mengharukan
|
“Aku juga sayang sama kamu Fan” Bunga berbisik tepat
di telingaku dan mempererat pelukanya padaku. Semuanya terasa seperti mimpi
bagiku.
|
4. Sudut Pandang: Orang pertama
D. Cerpen Juru Masak
1. Struktur teks
STRUKTUR TEKS
|
ISI CERPEN
|
ORIENTASI
|
Perhelatan bisa kacau
tanpa kehadiran lelaki itu. Gulai Kambing akan terasa hambar lantaran racikan
bumbu tak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai Rebung bakal
encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu masakan
kekurangan santan. Akibatnya, berseraklah gunjing dan cela yang mesti
ditanggung tuan rumah, bukan karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena
pelaminan tempat bersandingnya pasangan pengantin tak sedap dipandang mata,
tapi karena macam-macam hidangan yang tersuguh tak menggugah selera. Nasi
banyak gulai melimpah, tapi helat tak bikin kenyang. Ini celakanya bila
Makaji, juru masak handal itu tak dilibatkan.
Beberapa tahun lalu,
pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih
tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tak berjalan mulus,
bahkan hampir saja batal. Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh
keluarga mempelai wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan
masak-memasak selama kenduri berlangsung akan dipercayakan pada Makaji, juru
masak nomor satu di Lareh Panjang ini. Tapi, di hari pertama perhelatan,
ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai Nangka,
Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan
masakan Makaji. Mana mungkin keluarga calon besan itu bisa dibohongi? Lidah
mereka sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.
“Kalau besok Gulai
Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan
Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.
“Apa susahnya
mendatangkan Makaji?”
“Percuma bikin helat
besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.”
Begitulah pentingnya
Makaji. Tanpa campur tangannya, kenduri terasa hambar, sehambar Gulai Kambing
dan Gulai Rebung karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki
itu. Sejak dulu, Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang
hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang
terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup
menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya
juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang. Di usia senja, ia masih
tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih kuat ia
berjaga semalam suntuk.
|
KOMPLIKASI
|
“Separuh umur Ayah
sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini, bagaimana kalau
tanggungjawab itu dibebankan pada yang lebih muda?” saran Azrial, putra
sulung Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu.
“Mungkin sudah saatnya
Ayah berhenti,”
“Belum! Akan Ayah
pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,” balas
Makaji waktu itu.
“Kalau memang masih
ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu
Rumah Makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan
Ayah,”
Sejenak Makaji diam
mendengar tawaran Azrial. Tabiat orangtua selalu begitu, walau terasa semanis
gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit empedu tidak pula
buru-buru dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji memang sudah lama
menunggu ajakan seperti itu. Orangtua mana yang tak ingin berkumpul dengan
anaknya di hari tua? Dan kini, gayung telah bersambut, sekali saja ia
mengangguk, Azrial segera memboyongnya ke rantau, Makaji tetap akan punya
kesibukan di Jakarta, ia akan jadi juru masak di Rumah Makan milik anaknya
sendiri.
“Beri Ayah kesempatan
satu kenduri lagi!”
“Kenduri siapa?” tanya
Azrial.
“Mangkudun. Anak
gadisnya baru saja dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu kalau
tiba-tiba dibatalkan,”
Merah padam muka
Azrial mendengar nama itu. Siapa lagi anak gadis Mangkudun kalau bukan
Renggogeni, perempuan masa lalunya. Musabab hengkangnya ia dari Lareh Panjang
tidak lain adalah Renggogeni, anak perempuan tunggal babeleng itu. Siapa pula
yang tak kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang, ia dijuluki tuan tanah, hampir
sepertiga wilayah kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang
yang kesulitan uang selalu beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan
sawah, ladang atau tambak ikan sebagai agunan, dengan senang hati Mangkudun
akan memegang gadaian itu.
Masih segar dalam
ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat di
kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti
Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan
menjadi seorang juru rawat. Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan
madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja honorer sebagai sekretaris di kantor
kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
“Bahkan bila ia jadi
kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak
Mangkudun, dan tak lama berselang berita ini berdengung juga di kuping
Azrial.
“Dia laki-laki taat,
jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh,”
“Apa kau bilang?
Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau
jodoh yang lebih bermartabat!”
“Apa dia salah kalau
ayahnya hanya juru masak?”
“Jatuh martabat
keluarga kita bila laki-laki itu jadi suamimu. Paham kau?”
Derajat keluarga
Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak berpembatang, tak
ada yang bisa diandalkan. Tapi tidak patut rasanya Mangkudun memandangnya
dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni. Ia
hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya tukang cuci
piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih
dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal,
agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja
keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah
Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan.
Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal mempersunting anak gadis
Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang paling
sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi pula,
sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang
merawat, adik-adiknya sudah terbang-hambur pula ke negeri orang. Meski hidup
Azrial sudah berada, tapi ia masih saja membujang. Banyak yang ingin
mengambilnya jadi menantu, tapi tak seorang perempuan pun yang mampu luluhkan
hatinya. Mungkin Azrial masih sulit melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan
ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan itu.
Kenduri di rumah
Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke langit, pertanda
dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan sesepuh adat
Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan orang
berpengaruh seperti Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para tetua
kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan mempelai
pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis
orang terkaya di Lareh Panjang itu. Maklumlah, menantu Mangkudun bukan orang
kebanyakan, tapi perwira muda kepolisian yang baru dua tahun bertugas, anak
bungsu pensiunan tentara, orang disegani di kampung sebelah. Kabarnya,
Mangkudun sudah banyak membantu laki-laki itu, sejak dari sebelum ia lulus di
akademi kepolisian hingga resmi jadi perwira muda. Ada yang bergunjing,
perjodohan itu terjadi karena keluarga pengantin pria hendak membalas jasa
yang dilakukan Mangkudun di masa lalu. Aih, perkawinan atas dasar hutang
budi.
Mangkudun benar-benar
menepati janji pada Renggogeni, bahwa ia akan carikan jodoh yang sepadan
dengan anak gadisnya itu, yang jauh lebih bermartabat. Tengoklah, Renggogeni
kini tengah bersanding dengan Yusnaldi, perwira muda polisi yang bila tidak
‘macam-macam’ tentu karirnya lekas menanjak. Duh, betapa beruntungnya
keluarga besar Mangkudun. Tapi, pesta yang digelar dengan menyembelih tiga
ekor kerbau jantan dan tujuh ekor kambing itu tak begitu ramai dikunjungi.
Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama, sekedar menyaksikan
benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan kenduri, setelah
itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat
mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.
“Gulai Kambingnya tak
ada rasa,” bisik seorang tamu.
“Kuah
Gulai Rebungnya encer seperti kuah sayur Toge. Kembung perut kami dibuatnya,”
“Dagingnya
keras, tidak kempuh. Bisa rontok gigi awak dibuatnya,”
“Masakannya tak
mengeyangkan, tak mengundang selera.”
“Pasti juru masaknya
bukan Makaji!”
Makin ke ujung,
kenduri makin sepi. Rombongan pengantar mempelai pria diam-diam juga kecewa
pada tuan rumah, karena mereka hanya dijamu dengan menu masakan yang
asal-asalan, kurang bumbu, kuah encer dan daging yang tak kempuh. Padahal
mereka bersemangat datang karena pesta perkawinan di Lareh Panjang punya
keistimewaan tersendiri, dan keistimewaan itu ada pada rasa masakan hasil
olah tangan juru masak nomor satu. Siapa lagi kalau bukan Makaji?
“Kenapa Makaji tidak
turun tangan dalam kenduri sepenting ini?” begitu mereka bertanya-tanya.
“Sia-sia saja kenduri
ini bila bukan Makaji yang meracik bumbu,”
“Ah, menyesal kami
datang ke pesta ini!”
|
RESOLUSI
|
Dua
hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari
Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah berada
di Jakarta, mungkin tak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di
dekat anaknya. Orang-orang Lareh Panjang telah kehilangan juru masak handal
yang pernah ada di kampung itu. Kabar kepergian Makaji sampai juga ke telinga
pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu dapat membayangkan betapa
terpiuh-piuhnya perasaan Azrial setelah mendengar kabar kekasih pujaannya
telah dipersunting lelaki lain.
|
KODA
|
Amanat
yang terkandung dalam cerpen Juru masak adalah sebagai berikut:
-Jangan
suka memandang orang lain dari status sosialnya.
-
-Jika kita
s--suka menolong oranglain tanpa
memandang siapapun orang itu, maka oranglain juga akan senang dengan kita.
b. - Pantang menyerah dalam menjalani hidup.
Segala sesuatu yang kita alami pasti ada hikmahnya, dengan bekerja keras kita
akan menjadi sukses.
c. - Kesombongan hanya akan membawa kita pada
penderitaan.
d. - Memaksakan keinginan tanpa memikirkan
perasaan orang lain hanya akan menimbulkan penyesalan.
e. -Tepatilah janji, karena janji adalah
hutang.
f. -Sesuatu yang terjadi akan ada hikmahnya.
|
2. Tokoh dan sifat tokoh:
a. Makaji :
· Baik hati : (Makaji tak pernah keberatan
membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta)
· Pekerja keras : (Di usia senja,
ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih
kuat ia berjaga semalam suntuk.)
· Bertanggung jawab : (“Belum! Akan
Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,” balas
Makaji waktu itu.)
· Tidak sombong : (tak peduli
apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau
orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih
kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh
Panjang)
b. Azrial :
· Baik :
· Jujur :
· Ulet : rela ia meranatu ke negeri
orang untuk memendam lukanya (lamarannya ditolak) dan kemiskinan, namun karena
keuletannya ia menjadi orang terkaya yang sukses di negeri rantau. Ia sama-sama
berlatar belakang budaya Minang, kampung Lerah Panjang.
c. Mangkudun:
· Sombong : (“Bahkan bila ia jadi
kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak
Mangkudun)
· Keras kepala : (“Apa kau
bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan
kau jodoh yang lebih bermartabat!”)
d. Ranggogeni:
· Baik hati : (“Dia laki-laki
taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh.Apa dia salah kalau
ayahnya hanya juru masak?”)
· Sabar : karena mau dijodohkan
dengan pilihan ayahnya tanpa Ia mencintai orang itu.
· Pandai : (Renggogeni hampir
tamat dari akademi perawat di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa
bersekolah tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial
itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat.)
e. Sutan Basabatuah
· Angkuh : (“Kalau besok Gulai Nangka
masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah,
penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.)
3. Setting:
Tempat:
a. Lareh panjang (sungguh mengesankan kalau aku di Lareh
Panjang ini)
b. Rumah Makaji (setelah itu kami ke rumah Makaji untuk
menanyakan sesuatu)
c. Jakarta(saat itu aku mash tinggal di Jakarta)
d. Rumah makan di Jakarta
e. Perkawinan Gentasari dan Rustamadji
Waktu:
a. Beberapa tahun lalu hari pertama
perhelatan : (Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan
Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tigabelas ekor kambing dan
berlangsung selama tiga hari)
b. Ketika keluarga mempelai pria tiba : (di
hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba)
c. Kini : (Azrial kini sudah jadi
juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari
sibuk melayani pelanggan.)
d. Sejak dulu : (Sejak dulu, orang-orang Lareh
Panjang yang kesulitan uang selalu beres di tangannya, mereka tinggal
menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai agunan, dengan senang hati
Mangkudun akan memegang gadaian itu)
e. Sejak ibunya meninggal : (sejak ibunya
meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat)
f. Setelah itu : (setelah itu
mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat mencicipi
hidangan tapi sudah tergesa pulang.)
g. Dua hari sebelum kenduri berlangsung : (Dua
hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari
Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji)
suasana:
3. Suasana
a. Kecewa : (Keluarga mempelai pria merasa
dibohongi oleh keluarga mempelai wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua
urusan masak-memasak selama kenduri berlangsung akan dipercayakan pada Makaji,)
b. Bingung : (ketika rombongan keluarga
mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung
dan aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan masakan Makaji)
c. Kesal : (“Kalau besok Gulai
Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan
Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.)
d. Sedih: (dengan berat hati Azrial melupakan
Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati.)
e. Bangga : (Berkat kegigihan dan kerja keras
selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan
dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan)
f. Semarak : (Kenduri di rumah
Mangkudun begitu semarak)
g. Menyesal : (“Ah, menyesal kami datang ke
pesta ini!”)
4. Sudut Pandang: Orang ketiga
E. Cerpen Hujan,Musik, dan Kenangan
1. Struktur teks
STRUKTUR TEKS
|
ISI CERPEN
|
ORIENTASI
|
Berbulan-bulan sudah aku
menanti panggilan kerja. Hari-hariku terasa seperti penuh kebingungan dan
tanpa arah. Bahkan, kerjaanku hanya luntang luntung tak karuan di rumah.
Mengalami kebingungan harus melakukan apa. Ingin memulai usaha namun tak
punya modal.
|
KOMPLIKASI
|
Pada suatu hari, aku berniat untuk berjumpa dengan sahabt
untuk menceritakan masalahku ini. Ketika sedang berada di jalan menuju rumah
sahabatku, tepatnya di bagian samping jalan ujung dari tortoar, aku melihat
sebuah dompet berwarna cokelat.
Aku mengambil dompet tersebut kemudian akupun membuka dan
melihat isinya. Di dalam dompet tersebut ada SIM, KTP, beberapa surat
penting, tabungan yang isinya sangat banyak dan sebuah kartu kredit. Dalam
fikiran sempat muncul keinginan untuk menggunakan isi dari dompet tersebut.
Namun aku berubah fikiran dan berfikir harus mengembalikan
dompet tersebut kepada yang memiliki. Selang beberapa saat sesudah aku pulang
dari rumah sahabatku, akupun mengembalikan dompet tersebut. Mencoba mencari
alamat pemilik yang ada di KTP.
“Permisi pak, apakah benar ini alamat pak Herman?” Tanyaku
“Iya benar, Anda siapa?” Tanya seorang tukang kebun
“Saya Andi, ingin
bertemu dengan bapak Herman. Ada urusan yang sangat penting.”Kebetulan pak
Herman ada di rumah dan aku diminta untuk masuk ke dalam rumah. Kemudian
duduk di dekat beliau sembari menyerahkan dompet yang tadinya aku temukan.
|
RESOLUSI
|
“Kamu tinggal dimana Nak? Terus kerja dimana?” Tanya pak
Herman dengan sangat penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka Pak. Kebetulan saya masih
menganggur dan menunggu panggilan kerja. Namun sudah beberapa bulan belum ada
panggilan.” Tambahku
“Kamu sarjana apa?” Tanyanya
“Ekonomi Managemen pak”
“Baiklah nak. Di perusahaan saya sedang membutuhkan staff
administrasi. Jika kamu tertarik silahkan besok mengunjungi kantor saya jam 9
pagi. Ini kartu nama saya.” Sambung pak Herman.
“Sungguh Pak?” Tanyaku penasaran.
“Iya Nak. Saya sangat memerlukan karyawan yang jujur dan
penuh dedikasi sepertimu”
“Terima kasih pak.”
Aku seolah tidak percaya dan yakin bahwa ini merupakan
keajaiban.
|
KODA
|
Amanat yang terkandung dalam cerpen Menemukan
dompet adalah Kejujuran merupakan suatu sifat yang sangat mulia dan orang
yang jujur akan memperoleh balasan tersendiri.
|
2. Tokoh dan sifat tokoh:
No.
|
Tokoh
|
Sifat Tokoh
|
Bukti Kalimat
|
1.
|
Andi
|
Bingung
|
Mengalami
kebingungan harus melakukan apa. Ingin memulai usaha namun tak punya modal.
|
Jujur
|
Dan
berfikir harus mengembalikan dompet tersebut kepada yang memiliki.
|
||
Penuh dedikasi
|
“Saya
Andi, ingin bertemu dengan bapak Herman. Ada urusan yang sangat penting.”
|
||
2.
|
Pak Herman
|
Baik hati
|
Di
perusahaan saya sedang membutuhkan staff administrasi. Jika kamu tertarik
silahkan besok mengunjungi kantor saya jam 9 pagi.
|
3. Setting:
No.
|
Tempat
|
Bukti Kalimat
|
1.
|
Di rumah
|
Kerjaanku hanya luntang luntung tak karuan di rumah.
|
2.
|
Di jalan
|
Ketika sedang berada di
jalan menuju rumah sahabatku,
|
3.
|
Di tortoar
|
tepatnya di bagian samping jalan ujung dari tortoar, aku melihat sebuah dompet
berwarna cokelat.
|
4.
|
Di dalam
dompet
|
Di dalam
dompet tersebut ada SIM, KTP, beberapa surat penting,
|
5.
|
Di dalam
rumah
|
pak Herman ada di rumah dan aku diminta untuk masuk ke dalam rumah.
|
6.
|
Di
dekat beliau
|
Kemudian duduk di
dekat beliau sembari menyerahkan dompet yang tadinya aku temukan.
|
7.
|
Di kompleks Asri Cempaka
|
Di
kompleks Asri Cempaka pak
|
8.
|
Di
perusahaan
|
Di perusahaan saya sedang membutuhkan staff
|
No.
|
Waktu
|
Suasana
|
1.
|
Berbulan
bulan
|
Berbulan-bulan sudah
aku menanti panggilan kerja.
|
2.
|
Suatu hari
|
Pada suatu hari,
aku berniat untuk berjumpa dengan sahabt untuk menceritakan masalahku ini.
|
3.
|
Beberapa
saat
|
Selang beberapa saat
sesudah aku pulang dari rumah sahabatku,
|
No.
|
Suasana
|
Bukti kalimat
|
1.
|
Susah
|
Hari-hariku
terasa seperti penuh kebingungan dan tanpa arah. Bahkan, kerjaanku hanya
luntang luntung tak karuan di rumah. Mengalami kebingungan harus melakukan
apa. Ingin memulai usaha namun tak punya modal.
|
2.
|
Menegangkan
|
Ketika
sedang berada di jalan menuju rumah sahabatku, tepatnya di bagian samping
jalan ujung dari tortoar, aku melihat sebuah dompet berwarna cokelat.
|
3.
|
Senang
|
Iya Nak.
Saya sangat memerlukan karyawan yang jujur dan penuh dedikasi sepertimu”
“Terima
kasih pak.”
Aku seolah tidak percaya dan yakin bahwa ini
merupakan keajaiban.
|
4. Sudut Pandang: Orang pertama
4. Kelebihan Dan Kekurangan Buku
A. Kelebihan Buku
Dari Segi Fisik
1. Kertas yang
digunakan kertas HVS
2. Tulisan nya
jelas dan merupakan buku standar nasional
3. Alur
ceritanya runtut
Dari segi isi:
1. Cerpen ini
sangat memotivasi bagi para pembaca yang membacanya
2. Bahasa yang
digunakan tidak terbelit-belit.
B. Kekurangan Buku
Dari segi Fisik:
1. Buku ini tidak merupakan buku lama yaitu dengan
buatan tahun 92 oleh karena itu gambar di dalamnya tidak jelas dan bewarna
hitam putih saja.
Dari Segi Isi
1. Tidak
terdapat gambar di dalam buku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar